Kamis, 20 April 2017

Perceraian dalam Islam

BAB III
PEMBAHASAN
A.    PERNIKAHAN
Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat. Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
1.      Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
2.      Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
3.      Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya. Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu
meninggalkannya." (HR. Jamaah) Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
4.      Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:
-          Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
-          Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.
5.      Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
v  Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
v  Adanya ijab qabul.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.
v  Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya. Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
v  Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.
v  Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.
6.      Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf: "....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,
sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/1
98, Muslim 4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu. Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu'alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar." (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).
B.     PERCERAIAN
Perceraian merupakan bagian dari perkawinan. Karena itu perceraian senantiasa diatur oleh hukum perkawinan. Hukum perkawinan di Indonesia tidak hanya satu macam, tetapi berlaku berbagai peraturan hukum perkawinan untuk pelbagai golongan warga negara dan untuk pelbagai daerah. Hal ini disebabkan oleh ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang telah membagi golongan penduduk Indonesia menjadi tiga golongan, yaitu : golongan Eropa, golongan Timur Asing, dan golongan Indonesia Asli (Bumiputera). (Djamil Latif, Aneka Hukum Perceraian di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 15) 
Perceraian hanya dapat terjadi apabila dilakukan di depan pengadilan, baik itu suami karena suami yang telah menjatuhkan cerai (thalaq), ataupun karena istri yang menggugat cerai atau memohonkan hak talak sebab sighat taklik talak. Meskipun dalam ajaran agama Islam, perceraian telah dianggap sah apabila diucapkan seketika itu oleh si suami, namun harus tetap dilakukan di depan pengadilan. Tujuannya untuk melindungi segala hak dan kewajiban yang timbul sebagai dari akibat hukum atsa perceraian tersebut. (Budi Susilo, Prosedur Gugatan Cerai, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2007, hal. 17.)
Di mata hukum, perceraian tentu tidak bisa terjadi begitu saja. Artinya, harus ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum untuk melakukan sebuah perceraian. Itu sangat mendasar, terutama bagi pengadilan yang notabene berwenang memutuskan, apakah sebuah perceraian layak atau tidak untuk dilaksanakan. Termasuk segala keputusan yang menyangkut konsekuensi terjadinya perceraian, juga sangat ditentukan oleh alasan melakukan perceraian. Misalnya soal hak asuh anak, serta pembagian harta gono-gini. (Ibid, hal. 21.)
Perceraian adalah hal yang tidak diperbolehkan baik dalam pandangan Agama maupun dalam lingkup Hukum Positif. Agama menilai bahwa perceraian adalah hal terburuk yang terjadi dalam hubungan rumah tangga. Namun demikian, Agama tetap memberikan keleluasaan kepada setiap pemeluk Agama untuk menentukan jalan islah atau terbaik bagi siapa saja yang memiliki permasalahan dalam rumah tangga, sampai pada akhirnya terjadi perceraian. Hukum Positif menilai bahwa perceraian adalah perkara yang sah apabila memenuhi unsur-unsur cerai, diantaranya karna terjadinya perselisihan yang menimbulkan percek-cokan yang sulit untuk dihentikan, atau karna tidak berdayanya seorang suami untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga.
v  Hukum Perceraian
Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi perceraian itu, sedangkan untuk perkawinan ditemukan beberapa ayat yang menyuruh melakukannya.Meskipun banyak ayat al- Qur’an yang mengatur talak tetapi isinya hanya sekedar mengatur bila talak itu terjadi, meskipun dalam bentuk suruhan atau larangan.[1] Kalau mau mentalak seharusnya sewaktu istri itu berbeda dalam keadaan yang siap untuk memasuki masa iddah, seperti dalam firman Allah dalam surat At-talaqayat 1:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
Artinya :Hai Nabi bila kamu mentalaq istrimu, maka talaqlah diasewaktu masuk ke dalam iddahnya.[2]
Demikian pula dalam bentuk melarang, seperti firman Allah dalamsurat al-Baqarah ayat 232 :
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحْنَ أَزْوَٰجَهُنَّ
Artinya :Apabila kamu mentalak istrimu dan sampai masa iddahnya, makajanganlah kamu enggan bila dia nikah suami yang lain.[3]
Meskipun tidak ada ayat al-Qur’an yang menyuruh atau melarangmelakukan talak yang mengandung arti hukumnya mubah, namun talak itutermasuk perbuatan yang tidak disenangi Nabi.Hal ini mengandung artiperceraian itu hukumnya makruh.Adapun ketidak senangan Nabi kepadaperceraian itu terlihat dalam hadisnya dari Ibnu Umar.Menurut riwayat AbuDaud, Ibnu Majah dan disahkan oleh Hakim. Sabda Nabi :
ابغض الحلال الى لله تعالى الطلاق
Artinya :Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak.[4]
Walaupun hukum asal dari talak itu adalah makruh, namun melihatkeadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu adalah sebagai berikut :[5]
a)      Nadab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak dapatdilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudaratan yang lebihbanyak akan timbul;
b)      Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian dantidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkanmanfaatnya juga ada kelihatannya;
c)      Wajib atau mesti dilakukan yaitu perceraian yang mesti dilakukan olehhakim terhadap seseorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauliistrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau pula membayarkafarat sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya. Tindakan itumemudharatkan istrinya.
d)     Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam keadaanhaid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.

v  Jenis – Jenis Perceraian
Perceraian berdasarkan jenisnya dibedakan menjadi 2, yaitu :
a)      Cerai hidup
Perceraian adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya suatu ikatan perkawinan yang diakui oleh hukum atau legal. Emery (1999) mendefinisikan perceraian hidup adalah berpisahnya pasangan suami istri atau berakhirnya perkawinan krena tidak tercapainya kata kesepakatan mengenai masalah hidup. Perceraian dilakukan karena tidak ada lagi jalan lain yang ditempuh untuk menyelamatkan perkawinan mereka.
b)      Cerai mati
Cerai mati merupakan meninggalnya salah satu dari pasangan hidup dan sebagai pihak yang ditinggal harus sendiri dalam menjalani kehidupannya (Emery, 1999). Salah satu pengalaman hidup yang paling menyakitkan yang mungkin dihadapi oleh seseorang adalah meninggalnya pasangan hidup yang dicintai.
Ditinjau dari segi tatacara beracara di Pengadilan Agama makabentuk perceraian dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :
a)      Cerai talak.
Cerai talak ialah putusnya perkawinan atas kehendak suami karena alasan tertentu dan kehendaknya itu dinyatakan dengan ucapan tertentu.[6] Tidak dapat dikatakan dengan lisan dan juga dengan tulisan, sebabkekuatan penyampaian baik melalui ucapan maupun tulisan adalah sama.Perbedaannya adalah jika talak disampaikan dengan ucapan, maka talakitu diketahui setelah ucapan talak disampaikan suami.Sedangkanpenyampaian talak dengan lisan diketahui setelah tulisan tersebut terbaca,pendapat ini disepekati oleh mayoritas ulama.
b)      Cerai Gugat.
Cerai gugat ialah suatu gugatan yang diajukan oleh istri terhadapsuami kepada pengadilan dengan alasan-alasan serta meminta pengadilanuntuk membuka persidangan itu, dan perceraian atas dasar cerai gugat initerjadi karena adanya suatu putusan pengadilan. Adapun prosedur ceraigugat telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 pasal 20 sampai pasal 36. Pasal 73 sampai pasal 83 Undang-undang No. 7 tahun1989.
Dalam hukum Islam cerai gugat disebut dengan khulu>’.Khulu’berasal dari kata khal’u al-s\aub, artinya melepas pakaian, karena wanitaadalah pakaian laki-laki dan sebaliknya laki-laki adalah pelindung wanita.Para ahli fikih memberikan pengertian khulu’ yaitu perceraian dari pihakperempuan dengan tebusan yang diberikan oleh istri kepada suami.[7]
v  Alasan Perceraian
Alasan-alasan untuk bercerai secara tegas telah diatur di dalam pasal19 Undang-undang No 1 Tahun 1974, yang menyebutkan : ayat 1, perceraianhanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yangbersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Ayat 2; untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antarasuami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
Alasan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun1975, pasal 19, menyebutkan, bahwa perceraian dapat terjadi karena alas an sebagai berikut :
a.       Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudidan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.      Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun berturutturuttanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal laindi luar kemampuannya;
c.       Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima (5) tahun atau hukumanyang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.      Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yangmembahayakan pihak yang lain;
e.       Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat atautidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri;
f.       Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dantidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;[8]
Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116,menambahkan 2 alasan lagi selain yang disebutkan di atas :
a.       Suami melanggar ta'liq talaq;
b.      Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga.[9]

v  Pendapat Ulama Tentang Perceraian
Pendapat Imam Auza’i, serta al-Majma’ al-Fiqh al-Islami, Rabithah al-Ulama al-Islami pada pertemuannya yang ke- 18 yang diadakan di Mekkah pada tanggal 10-14 Rabi’ul Awal 1427 H / 8-12 April 2006 M.
Maksud dari haram disini adalah tidak boleh dilakukan, tetapi jika seseorang tetap melakukannya, maka ia berdosa, karena di dalamnya mengandung unsur penipuan, tetapi walaupun begitu pernikahan tersebut tetap sah, sedang niatnya batil dan niat tersebut harus diurungkan.
Menurut tiga ulama lainnya, hak cerai dengan alasan aib bagi suami dan isteri;  seandainya perceraian melalui talak, maka suami berkewajiban mengembalikan seluruh mahar, kalau sudah dukhul, separoh mahar, kalau belum dukhul, sedangkan perceraian dengan alasan AIB suami dimaafkan separoh mahar sebelum dukhul dan sesudah dukhul sesuai dengan permufakatan.  Tetapi Suami mempunyai hak untuk dikembalikan maharnya dari Wali isteri seperti ayah dan saudara, karena menipu dengan menyembunyikan aib.
C.   HASIL WAWANCARA
Perceraian menjadi salah satu persoalan yang paling menyakitkan dan menyulitkan dalam kehidupan seseorang. Hal ini dikarenakan perceraian menghadapkan seseorang dengan sejumlah proses dan pengambilan keputusan yang penting. Perceraian harus dilihat dari hukum yang ada di Indonesia. Jadi pada dasarnya perceraian itu dipetakan menjadi 2. Yang pertama yaitu cerai talak dan yang kedua yaitu cerai gugat
Cerai talak itu adalah perceraian yang diajukan oleh suami. Kalau cerai gugat yang mengajukan adalah istri. Proses penanganan perceraian pada Pengadilan Agama (PA) akan dijelaskan pada paragraf di bawah ini.
Tata cara pengajuannya baik cerai talak maupun gugat adalah yang pertama yang akan mengajukan perceraian datang ke PA masuk ke meja 1. Di PA tata kerjanya diatur sesuai meja. Meja 1 meja 2 meja 3. Untuk pengajuan pertama masuk ke meja 1 dengan membawa surat permohonan atau gugatan. Kalau yang mengajukan suami namanya permohonan. Kalau yang mengajukan istri gugatan.
Setelah masuk membawa surat permohonan atau gugatan, masuk ke meja 1. Dibuatkan SKUM ( Surat kuasa untuk membayar). Biasanya skum ditambah slip pembayaran ke bank karena pembayaran di PA melalui bank yang bekerja sama dengan BRI Pasuruan. Kemudian setalah membayar akan diberikan no perkara.Jadi prinsipnya tidak ada bayar tidak ada perkara. Kecuali bagi yang tidak mampu akan mengurus surat keterangan tidak mampu dan akan digratiskan.
Tapi sekarang jarang orang miskin yang berperkara. Biayanya sesuai radius SK ketua PA. Terus bagaimana tata urut selanjutnya, maka orangnya bisa pulang dan petugas yang meneruskan langkah selanjutnya.  Jadi berkas perkara yang sudah didaftarkan ditulis oleh petugas register, masuk ke meja 2. Meja 2 tugasnya register, register banyak sekitar 13. Salah satu diantaranya adalah mencatat perkara ynag didaftarkan.
Berikutnya setelah masuk ke register, berkas tersebut masuk ke ketua PA pasuruan. Untuk dipelajari kemudian ditertibkan PMH penetapan majelis hakim. Jadi siapa yang diputuskan untuk menangani masalah ini. Setelah PMH maka berkas turun ke panitera. Untuk ditunjuk siapa panitera pendampingnya dan siapa jurusita yang ditugaskan untuk mendampingi majelis hakim dan melakukan pemanggilan
Setelah itu berkas dibawa ketua majelis, untuk ditetapkan hari sidangnya. Ada ketetapan hari sidang yang didalamnya adalah memerintahkan jurusita untuk memanggil kedua pihak atau orang yang mengajukan perkara.  Disana dipanggil diberikan keterangan kapan hari tanggal dan jam sidangnya. Setelah itu setelah tiba hari h nya ada persidangan. Disini tempatnya, ada 3 hakim dan 1 panitera. Kemudian setalah sidang, jika kedua pihak hadir, maka ada kewajiban imperatif majelis hakim. Kewajiban imperatif itu sebuah sifat yang diharuskan oleh undang-undang adalah mendamaikan kedua belah pihak. Kalau dua duanya hadir maka hakim menunjuk mediator dan memerintahkan kedua belah pihak untuk mediasi. Upaya untuk memfasilitasi permasalahan yang ada barangkali bisa baikan.
Kalau tidak bisa, maka mediator laporan pada ketua majelis kemudian ketua majelisnya membuat ketetapan kapan sidang berikutnya. Di sidang berikutnya dibacakan surat permohonan atau surat gugatan. Kemudian termohon atau tergugat diberikan kesempatan untuk menjawab bisa dengan lisan maupun tertulis. Setelah itu tahap berikutnya ada pembuktian, baru bisa diputus.
Dari pemutusan ini ada beda prinsip cerai talak dan cerai gugatan. Kalau cerai talak, ada sidang lagi namanya sidang menjatuhkan ikrar talak. Menjatuhkan talak. Kalau cerai gugat tidak.
Untuk hal-hal yang perlu disiapkan saat akan mengajukan gugatan ke pengadilan agama diantaranya yaitu surat gugatan, yang membuat atau mengajukan. Untuk surat gugatan ini ada jasa pembuatan lewat advokat (pengacara). PA tidak boleh membantu membuatnya.
Sebagian besar proses perceraian diurus dalam Pengadilan Agama. Namun dalam hal ini Pengadilan Negeri (PN) juga bisa mendapat andil. Karena proses perceraian diurus dengan melihat dari tempat dimana menikahnya.  Jika menikah di KUA, maka cerainya di pengadilan agama. Jika menikah di capil, maka cerainya di pengadilan negeri.  Jika saat menikah beragama islam lalu murtad atau keluar dari islam, maka cerainya melihat dimana menikahnya.
Perceraian belum dianggap sah atau usai jika dilakukan diluar pengadilan. Perceraian yang sah adalah yang dilakukan di pengadilan. Untuk pembagian harta gono-gini pasangan yang berpisah, maka bisa diatur sendiri atau pembagiannya bisa juga diajukan ke pengadilan agama. Sedang untuk hak mengasuh anak, disini terdapat ketentuan bahwa jika anak berumur kurang dari 12 tahun maka dalam asuhan ibu dengan catatan akhlak ibunya baik. Untuk anak yang berumur lebih dari 12 tahun, maka dia bisa memilih sendiri akan ikut dengan siapa.
Untuk alasan perceraian, alasan-alasan cerai yang disebutkan oleh UU Perkawinan yang pertama tentunya adalah apabila salah satu pihak berbuat yang tidak sesuai dengan syariat. Atau dalam UU dikatakan disitu, bahwa salah satu pihak berbuat zina, mabuk, berjudi, terus kemudian salah satu pihak meninggalkann pihak yang lain selama dua tahun berturut-turut. Apabila suami sudah meminta izin untuk pergi, namun tetap tidak ada kabar dalam jangka waktu yang lama, maka istri tetap dapat mengajukan permohonan cerai melalui putusan verstek.
Selain itu, alasan cerai lainnya adalah apabila salah satu pihak tidak dapat menjalankan kewajibannya, misalnya karena frigid atau impoten. Alasan lain adalah apabila salah satu pihak (biasanya suami) melakukan kekejaman. Kompilasi Hukum Islam (KHI) menambahkan satu alasan lagi, yaitu apabila salah satu pihak meninggalkan agama atau murtad. Dalam hal salah stau pihak murtad, maka perkawinan tersebut tidak langsung putus. Perceraian merupakan delik aduan. Sehingga apabila salah satu pasangan tidak keberatan apabila pasangannya murtad, maka perkawinan tersebut dapat terus berlanjut. Pengadilan Agama hanya dapat memproses perceraian apabila salah satu pihak mengajukan permohonan ataupun gugatan cerai.
Secara umum, masyarakat hanya mengenal istilah talak sebatas sebutan talak satu, talak dua dan talak tiga. Talak yang dijatuhkan oleh suami disebut sebagai cerai talak. Sedangkan talak yang diajukan oleh istri dinamakan cerai gugat. Jadi sebenarnya ada dua jenis talak. Talak Raj’i adalah talak yang diucapkan oleh suami, dan apabila ingin rujuk dalam masa iddhah, maka tidak perlu ada akad nikah baru. Cukup adanya pernyataan dari pihak suami bahwa mereka sudah rujuk. Sedangkan untuk talak Ba’in, yaitu perceraian karena diajukan oleh sang istri.
Talak Ba’in terdiri atas dua jenis, yaitu Ba’in Kubro dan Ba’in sugro.Talak Ba’in Kubro dapat diupayakan rujuk, namun harus melalui penghalalan (muhalil). Sedangkan untuk Ba’in Sugro terlepas dari adanya masa masa iddhah atau tidak, tetap harus melalui akad nikah untuk rujuk dan harus melewati prosesi pernikahan sebagaimana awal menikah dulu.
Dari kedua talak ini, akan ada beberapa produk talak. Produk Cerai talak adalah Talak Raj’i, dimana untuk rujuk tidak harus melalui akad baru. Rujuk dalam Talak Raj’i cukup hanya dengan pernyataan suami bahwa dia telah rujuk dengan sang istri. Sedangkan produk cerai gugat adalah talak Ba’in, sebagaimana yang telah diuraikan di atas.




BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.    KESIMPULAN
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga akan selalu ada cobaan dan rintangan yang menghadang. Cobaan itu bisa kecil bisa juga teramat besar. Tak jarang cobaan itu membuat hubungan suami istri menjadi tidak harmonis. Penyebabnya beragam, lemahnya komunikasi, affair dengan pihak ketiga, dll.
Islam sendiri membolehkan perceraian, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW : “Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”. Hadits di atas jelas memberikan gambaran bolehnya perceraian. Namun yang perlu digarisbawahi adalah bahwa perceraian itu hal yang dibenci Allah. Artinya sebisa mungkin kita menghindari perceraian. Adapun kiat-kiat menghindari perceraian diantaranya dengan peningkatan rasa kecercayaan dan kesetiaan juga komunikasi yang baik dll. Dengan begitu diharapkan perceraian bisa dihindari sejauh mungkin.
B.     SARAN
Kepada siapapun yang hendak menikah hendakya memahami betul hakikat pernikahan. Dengan pemahaman yang baik diharapkan orang tersebut bisa mengayuh biduk dengan baik, sehingga jika timbul cobaan, badai masalah, ia dapat mengatasinya dengan baik.




LAMPIRAN WAWANCARA
Narasumber     : H. Chafid Syafiuddin SH MH
Jabatan                        : Panitera Pengadilan Agama Pasuruan
Umur               : 52 Tahun

KUTIPAN WAWANCARA
Narasumber     : “Assalamualaikum wr wb, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga bisa berada disini dalam keadaan iman dan taqwa dan menjunjung agama yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Adek-adekku yang saya hormati, ini usianya berapa? Yang paling muda?”
Kami               : “Yang paling muda? 17? Oh ada yang 16 tahun pak.”
Narasumber     : “Di UU perkawinan syarat untuk bisa menikah untuk laki laki minima 19 tahun dan untuk perempuan 15 tahun. Jadi mohon maaf yang laki-laki belum memenuhi syarat untuk menikah.”
Kami               : “Wahh kamu belum bisa berarti rek hehe.”
Narasumber     : “Nah sesuai dengan surat tugas kemarin, ada 10 orang, yang ini berapa ini, 16? Tentang perceraian dalam islam… baik, jadi supaya kita satu persepsi maka perceraian itu harus dilihat dari hukum yang ada di Indonesia. Jadi pada dasarnya perceraian itu dipetakan menjadi 2. Yang pertama yaitu cerai talak dan yang kedua yaitu cerai gugat
Cerai talak itu adalah perceraian yang diajukan oleh suami. Kalau cerai gugat yang mengajukan adalah istri.
Tata cara pengajuannya baik cerai talak maupun gugat adalah yang pertama yang akan mengajukan perceraian datang ke PA masuk ke meja 1. Di PA tata kerjanya diatur sesuai meja. Meja 1 meja 2 meja 3. Untuk pengajuan pertama masuk ke meja 1 dengan membawa surat permohonan atau gugatan. Kalau yang mengajukan suami namanya permohonan. Kalau yang mengajukan istri gugatan.
Setelah masuk membawa surat permohonan atau gugatan, masuk ke meja 1. Dibuatkan SKUM ( Surat kuasa untuk membayar). Biasanya skum ditambah slip pembayaran ke bank karena pembayaran di PA melalui bank yang bekerja sama dengan BRI Pasuruan. Kemudian setalah membayar akan diberikan no perkara.
Jadi prinsipnya tidak ada bayar tidak ada perkara. Kecuali bagi yang tidak mampu akan mengurus surat keterangan tidak mampu dan akan digratiskan.
Tapi sekarang jarang orang miskin yang berperkara. Biayanya sesuai radius SK ketua PA
Terus bagaimana tata urut selanjutnya, maka orangnya bisa pulang dan petugas yang meneruskan langkah selanjutnya.  Jadi berkas perkara yang sudah didaftarkan ditulis oleh petugas register, masuk ke meja 2. Meja 2 tugasnya register, register banyak sekitar 13. Salah satu diantaranya adalah mencatat perkara ynag didaftarkan.
Berikutnya setelah masuk ke register, berkas tersebut masuk ke ketua PA pasuruan . untuk apa? Untuk dipelajari kemudian ditertibkan PMH penetapan majelis hakim. Jadi siapa yang diputuskan untuk menangani masalah ini. Setelah PMH maka berkas turun ke panitera. Untuk ditunjuk siapa panitera pendampingnya dan siapa jurusita yang ditugaskan untuk mendampingi majelis hakim dan melakukan pemanggilan
Setelah itu berkas dibawa ketua majelis, untuk ditetapkan hari sidangnya. Ada ketetapan hari sidang yang didalamnya adalah memerintahkan jurusita untuk memanggil kedua pihak atau orang yang mengajukan perkara.  Disana dipanggil diberikan keterangan kapan hari tanggal dan jam sidangnya. Setelah itu setelah tiba hari h nya ada persidangan. Disini tempatnya, ada 3 hakim dan 1 panitera. Kemudian setalah sidang, jika kedua pihak hadir, maka ada kewajiban imperatif majelis hakim. Kewajiban imperatif itu sebuah sifat yang diharuskan oleh undang-undang adalah mendamaikan kedua belah pihak. Kalau dua duanya hadir maka hakim menunjuk mediator dan memerintahkan kedua belah pihak untuk mediasi. Upaya untuk memfasilitasi permasalahan yang ada barangkali bisa baikan.
Kalau tidak bisa, maka mediator laporan pada ketua majelis kemudian ketua majelisnya membuat ketetapan kapan sidang berikutnya. Di sidang berikutnya dibacakan surat permohonan atau surat gugatan. Kemudian termohon atau tergugat diberikan kesempatan untuk menjawab bisa dengan lisan maupun tertulis. Setelah itu tahap berikutnya ada pembuktian, baru bisa diputus.
Dari pemutusan ini ada beda prinsip cerai talak dan cerai gugatan. Kalau cerai talak, ada sidang lagi namanya sidang menjatuhkan ikrar talak. Menjatuhkan talak. Kalau cerai gugat tidak.
Baik supaya tidak monoton, barangkali ada yang ditanyakan? Silahkan mengajukan pertanyaan, ayo..”
Kami               : “Baik berarti tadi adalah proses perceraian dalam pengadilan agama, nah jadi apa saja yang perlu disiapkan saat akan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama?”
Narasumber     : “Surat gugatan, yang membuat atau mengajukan. Ada jasa pembuatan lewat advokat (pengacara). PA tidak boleh membantu membuatnya.”
Kami               : “Lalu apakah pengadilan negeri juga bisa menangani masalah perceraian?”
Narasumber     : “Itu melihat dari tempat dimana nikahnya. Jika nikah di KUA, maka cerainya di pengadilan agama. Jika nikah di capil, maka cerainya di pengadilan negeri. Jika saat menikah beragama islam lalu murtad atau keluar dari islam, maka ya itu cerainya melihat dimana menikahnya.”
Kami               : “Apakah perceraian bisa terjadi di luar pengadilan?”
Narasumber     : “Jika diluar persidangan maka belum dianggap sah”
Kami               : “Siapakah yang berhak mengasuh dan menjadi wali bagi anak setelah perceraian? Dan bagaimana pembagian harta gono-gini? Apakah diatur pengadilan atau diatur sendiri?”
Narasumber     : “Untuk pembagiannya bisa diajukan di PA. Nah menurut Kepres tahun 1991, anak yang berumur sebelum 12 tahun maka dalam asuhan ibu dengan catatan akhlak ibunya baik. Anak boleh memilih setelah berumur 12 tahun akan ikut siapa. “
Kami               : “Berapa lama biasanya proses perceraian berlangsung?”
Narasumber     : “Setiap perkara penyelesaiannya tidak sama, jika alamatnya jelas bisa kurang dari satu bulan, dan jika alamatnya tidak jelas maka bisa lebih dari 4,5 bulan.”
Kami               : “Selama ini kalau ada perceraian di sini, faktornya biasanya apa saja?”
Narasumber     : “Kalau faktor banyak, jadi dilihat dari bulan januari sampai oktober itu variatif ada poligami tidak sehat, masalah moral, krisis akhlak, cemburu, terus kemudian meninggalkan kewajiban. Ada 3 kelompok yang meninggalkan kewajiban, yaitu kaawin paksa, alasan ekonomi, dan tidak ada tanggung jawab. Sekarang yang banyak mengajukan perceraian itu perempuan karena banyak laki-laki yang tidak bertanggung jawab hehe. Terus ada penyebab menyakiti jasmani dan mental atau umumnya KDRT. Kemudian dihukum, jadi ada yang suaminya dipenjara dan istrinya mengajukan cerai. Lalu ada cacat biologis, bahasa sekarang itu difabel dan bisa dijadikan alasan perceraian. Kemudian ada yang berkaitan dengan terjadi perselisihan.  Gangguan pihak ketiga.”










[1]Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal 200
[2]Departemen Agama R.I Al-Qur’an dan Terjemah, hal 945
[3]Ibid., hal 56
[4]Abu> Da>wu>d, Sunan Abi> Da>wu>d, juz 2, Beirut: Daar al-Kutub, 1996, Hal 1863
[5]Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, hal 201
6Ibid., hal 197
7Hamdani, H.S.A., Risalah Nikah, Alih Bahasa Agus Salim, hal 261
[8]Soedarsono Soimin, Hukum Orang dan Keluarga ; Perspektif Perdata Barat/BW Hukum Islam dan Hukum Adat, hal, 71