Kamis, 11 Desember 2014

Tiada Strawberry, Jambu Merahpun Jadi

Tiada Strawberry, Jambu Merahpun Jadi
Semua orang pasti sudah mengenal Kota Batu, Malang. Kota yang dipenuhi banyak objek wisata dan tak pernah sepi dari wisatawan. Mungkin semua orang sedah tidak asing dengan objek wisata Jatim Park dan Batu Night Spectacular. Namun ada satu objek wisata yang berbeda dari yang lain, yaitu Agrowisata Kusuma Malng. Kusuma Agrowisata mengusung konsep hijau.
Kusuma Agrowisata terletak 1000 m di atas permukaan laut. Perkebunan yang dirintis oleh Ir. Edi Antoro sejak tahun 80-an ini menawarkan wisata petik buah yang bebas dari pestisida dan kita bisa langsung memetik buah dari pohonnya. Pemandu akan menjelaskan prosedur dan cara pemetikan buah sebelum kita memasuki perkebunan. Untuk kita yang ini liburan dan bebas dari polusi, Kusuma Agrowisata adalah tempat yang cocok karena udaranya yang segar dan bebas dari polusi. Selain wisata petik buah, Kusuma Agrowisata juga menawarkan wisata outbond.
Namun, kita harus siap fisik untuk berkeliling Kusuma Agrowisata. Selain sangat luas, jalan di Kusuma Agrowisata juga naik turun dan akan menguras tenaga. Jadi sambil jalan – jalan sekaligus berolahraga. Dan satu lagi, sedia payung sebelum hujan karena cuaca di Kota Batu tidak dapat diperkirakan apalagi saat musim hujan.
Saat pertama kali masuk area Kusuma Agrowisata, terlihat patung buah – buahan. Apalagi patung buah strawberry yang paling besar. Sejak masuk area Kusuma, sudah membayangkan serunya memetik buah strawberry. Tapi sayang tidak sesuai yang diharapkan, tapi tidak sepenuhnya mengecewakan. Ibarat kata pepatah, tiada strawberry jambu merahpun jadi.
Kusuma Agrowisata dilengkapi dengan hotel untuk orang yang mau menginap dan bermalam di sana. Di sana juga dilengkapi dengan area bermain anak. Kalau soal makanan, tidak usah diragukan lagi. Restaurant yang ada di Kusuma menyajikan berbagai makanan olahan dari buah dan sayuran yang di ambil langsung dari kebun.
Oleh – oleh untuk keluarga di rumah juga tidak usah susah – susah mencarinya. Di Kusuma Agrowisata banyak yang menjual oleh – oleh khas Kota Batu dan yang pasti diproduksi sendiri oleh Kusuma Agrowisata dengan memanfaatkan buah – buahan yang ada di kebun.

Banyak pengalaman baru yang akan didapatkan dari Kusuma Agrowisata. Mulai dari tanaman hidroponik sampai proses pembuatan produk sari apel dari Kusuma. Selamat menikmati liburan di Kusuma Agrowisata.

Minggu, 02 November 2014

Cerpen "May Of Thirty"

May Of Thirty
Oleh : Ichaca
30 Mei 2011
Nada Maya Sari. Gadis remaja yang sekarang sudah kelas VIII SMP. Gadis yang baik, pintar, tapi rada cuek. Maya satu sekolah dengan kakaknya yang lebih tua setahun darinya. Sebentar lagi, kakaknya, Kak Andi akan meninggalkan sekolah tercinta.
Hari ini Andi mencari adik satu – satunya itu. Andi belum mengucapkan ultah untuk adik tersayangnya karena tadi pagi Maya berangkat duluan ke sekolah. Saat berjalan mencari adiknya, Andi menabrak seorang adik kelasnya yang sedang membawa buku sampai bukunya berjatuhan. Andi melihat bed lokasi kelasnya. “Kelas 8.” Gumam Andi. Andi membantu memungut buku – buku adik kelasnya yang berserakan. Dia melihat buku yang terbuka. Di dalamnya, ada sebuah biodata pemilik buku. Andi membaca sekilas. Tanggal Lahir : 30 Mei 1997. Tiba – tiba terlintas sebuah pikiran dalam benak Andi.
“Tanggal lahirnya sama kayak adek gue. Aha! Gue ada ide cemerlang.” Gumam Andi dalam hati.
“Maaf kak. Gak sengaja. Tadi gak lihat jalan.” Kata adik kelasnya kepada Andi.
“Alex. Wakil ketua OSIS? Gak sopan banget sama kakak kelas.” Andi berkata dengan ketus.
“Maaf kak!” kata Alex lagi. “Aku tau jabatan kamu Alex Dwi Putra. Tapi tadi itu sangat tidak sopan. Kamu harus menebus kesalah kamu itu.” kata Andi.
Alex keheranan mendengar perkataan Andi. Karena Alex merasa tidak melakukan kesalahan yang sebegitu berat. Tapi Alex tetap menurut. “Apa yang harus saya lakukan Kak?” tanya Alex pada Andi.
“Kamu hari ini ulang tahun?” Andi balik bertanya pada Alex. “Er—em-iya kak.” Alex menjawab dengan gugup.
“Kamu cari anak kelas VIII juga yang ulang tahunnya hari ini juga. Sama kayak kamu.” Perintah Andi. “Tapi Kak? Kalau gak ada?” “Pasti ada. Cepet cari dan bawa nanti ke kelasku.”
Setelah itu Alex melakukan perintah Andi. Alex berkeliling bertanya pada setiap kelas, sampai ada yang bilang kalau Alex kurang kerjaan. Akhirnya di VIII-C Alex mendapatkan informasi.
“Ada yang ulang tahun hari ini nggak di kelas ini?” tanya Alex.
“Ada. Emangnya kenapa?” kata seorang siswi kelas itu.
“Siapa namanya? Dan dimana orang nya?”
“Nada Maya Sari. Lagi ke perpustakaan mungkin atau di kantin.” “Makasih.”
Alex segera mencari siswi bernama Nada Maya Sari. 15 menit lagi bel masuk kelas, jadi Alex harus segera menemukan siswi itu. Alex sudah keliling sekolah tapi tidak ketemu. Dan yang terakhir, Alex masuk ruang laboratorium. “Ada yang namanya Nada Maya Sari gak di sini? Dari tadi keliling sekolah tapi gak ada.” tanya Alex pada siswa yang ada di laboratorium. Seorang siswi berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri Alex.
“Ada apa wakil ketua OSIS mencariku?” tanya Maya pada Alex. “Anak kelas IX menyuruku untuk mencari seseorang yang berulang tahun hari ini!” jawab Alex.
Maya mengernyitkan dahi. “Bodoh.” Maya tertawa. Maya melanjutkan perkataannya. “Seorang wakil ketua OSIS mau....” “Stop memanggilku wakil ketua OSIS. Nama ku Alex. Kalau gak keberatan, please ikut aku ke anak kelas IX yang menyuruku tadi.” Dan Alex langsung membawa Maya ke Andi.
Tanpa pikir, Alex langsung menggamit tangan Maya dan menarik Maya menuju kelas Andi. Tapi Maya langsung menepis tangan Alex. “Apaan pegang – pegang!” kata Maya ketus. Alex tidak peduli dengan perkataan Maya dan berusaha menggamit tangan Maya lagi. Maya yang tidak tau apa – apa jadi heran dengan apa yang terjadi. “Pelan – pelan kenapa sih? Kasar banget jadi cowok! Ini tanganku sakit.” Kata Maya mengeluh. Tapi Alex tetap tutup mulut dan menarik tangan Maya sampai ke kelas Andi.
“Kelas kak Andi?” gumam Maya dalam hati.
“Kak, ini anak yang ultah hari ini.” Kata Alex sambil membawa Maya.
“Hey, lepaskan tangan mu dari adik ku.” Kata Andi. Alex langsung melepaskan tangan Maya.
“Kurang kerjaan banget nyari aku pakek ngerjain wakil ketua OSIS lagi!” kata Maya pada kakaknya. Alex diam tak mengerti apa yang diucapkan Maya.
“Gue males nyari lu sendiri.” Kata Andi pada Maya. Andi meneruskan perkataannya. “Makasih udah cariin adek gue May. Lu boleh pergi.” Kata Andi pada Alex. Belum jauh Alex pergi, Andi berkata lagi. “Eh gue lupa.” Alex spontan langsung menoleh pada Andi lagi. “Happy Birthday buat lu. Sorry udah ngerjain lu.” Kata Andi dengan tulus, lalu Alex tersenyum sebagai tanda terimakasih dan langsung pergi dari situ.
“Happy Birthday?” tanya Maya tak mengerti. “Dia ultah hari ini juga. Makanya gue kerjain sekalian.” Jawab Andi santai.
“Rese banget sih. Pantesan dia tadi manggil aku di lab pakek nama lengkapku. Aku kira ada apaaan wakil ketua OSIS nyariin aku. Berasa sok penting deh.” “Hahaha.”
“Ada apaan nyari aku.” Tanya Maya. “Gakpapa sih May. Cuma mau ngasih selamat aja.”
“Gila. Sumpah lu! Udah ganggu kegiatan aku, ngerjain adik kelas.. Cuma mau bilang gitu doang?”
“Mm-hmm.” “Udah aahh aku balik. Males ngomong sama lu.” Setelah itu Maya kembali ke kelasnya karena bel masuk akan segera berbunyi.
---
Tahun ajaran baru sudah dimulai. Kali ini Maya sudah berada di kelas IX SMP. Tahun terakhirnya di putih biru. Gak disangka, Alex kali ini satu kelas dengan Maya. Awal semester, wali kelas yang baru memberikan sedikit pidato. Bla.. bla.. bla..
“Awal September nanti, sekolah kita akan mengadakan studi banding dengan sekolah lain. Kelas ini, ada dua perwakilan yang ditunjuk sekolah. Alex Dwi Putra dan Nada Maya Sari.” Maya spontan langsung mengacungkan tangan. “Iya Nada?” tanya wali kelas. “Saya ikut? Kenapa? Alex wakil ketua OSIS. Tapi saya?”
“Nada.. ini keputusan sekolah. Saya tidak bisa memberikan penjelasan kenapa kamu ikut terpilih. Ini hanya studi banding untuk pengamatan sekolah saja.” Maya langsung diam setelah penjelasan itu. Dari awal masuk sekolah, Maya tidak pernah terlibat keorganisasian. Berbeda dengan kakaknya yang selalu aktif dalam organisasi apapun dan populer di sekolah mulai dari awal masuk sekolah.
“Kapan kegiatan studi banding nya, Bu?” tanya May.
“Dua minggu lagi.”
---
Setelah kegiatan studi banding, setiap siswa wajib menyerahkan laporan observasi kepada pihak sekolah. Hari ini Maya mengumpulkan tugasnya dan dititipi pesan oleh gurunya.
“Ada yang bisa gue bantu?” tanya Maya yang melihat Alex sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. “Maksud lu?” Alex bertanya balik. “Katanya lu belom ngumpulin laporan. Gue disuru bilang ke lu kalo harus cepet – cepet dikumpulin. Malah gue suru bantu lu juga.” Kata Maya memberitahukan pesan dari gurunya. “Gak usah makasih!” kata Alex dengan ketus.
“Dasar! Udah mau dibantuin malah kayak gitu!” gumam Maya dalam hati. Setelah itu Maya meninggalkan Alex sendirian lagi. Beberapa hari kemudian, Maya dapet kejutan.
“Nada!” panggil Alex dari kejauhan. Maya langsung menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya ‘Nada’. Perasaan hanya guru – guru yang memanggilnya Nada. “Lu manggil gue?” tanya Maya saat Alex udah di depannya. “Iyalah. Gue mau ngasi ini.” Kata Alex selalu dengan nada ketus.
“Flashdisk apa? Kok dikasih ke gue?” May gak ngerti. “Gue suru minta bantuan lu. Laporan gue ada satu komponen yang belum lengkap, dan katanya gue suru minta bantuan lu. Kalo gak disuru ya gue gak bakal kok nyari lu.” Kata Alex menjelaskan.
“Ya udah. Ini! Gue balikin flashdisk lu. Lu juga gak mau gue bantu kan?” kata Maya dengan nada gak kalah ketus dari Alex. “Eh.. tapi kan—!”
“Tapi apa? Gue mau bantu asal lu minta dengan tulus.” Kata Maya memberi persyaratan. “Oke.. Oke... gue minta tolong sama lu. Tolong cek laporan gue. Gue akan sangat berterimakasih nanti.” Alex mengucapkan dengan lambat dan menekan kata ‘terimakasih’.
“Oke! Gue bantu lu. Tapi gak gratis! Dan satu lagi, jangan manggil gue Nada. Panggil gue May.”
“Nama depan lu kan Nada.” Kata Alex mencoba protes. “Gak usah kebanyakan protes deh Wakil ketua OSIS.” Kata Maya dengan tegas lalu meninggalkan Alex.
Setelah kejadian kecil yang hanya karena tugas dan mungkin gak tulus, tapi dari situlah Alex dan Maya menjadi teman baik. Sejak itu, Maya dan Alex jadi akrab dan deket. Bahkan Alex juga sering main ke rumah Maya meskipun hanya mau main sama Kak Andi.
---

30 Mei 2012
“May.” Maya yang mendengar namanya dipanggil langsung menoleh ke sumber suara yang ternyata Alex. “Ada apa Lex?” tanya Maya.
“Happy Birthday ya May..!” “Ohh... Makasih Lex. Happy Birthday juga buat kamu.”
“Mm.. makasih May. Er—nanti kamu ada acara gakk May?.” Tanya Alex. “Oohh iya. Aku belum ngasi tau kamu ya Lex. Nanti ada pesta ulang tahun. Kamu boleh dateng! Kak Andi yang ngerencanain semua.”
“May!” ada suara lain yang memanggil May yang ternyata dari Sheila. “Eh. Aku ke sana ya Lex. Nanti jam 7 malem di rumah! Dateng ya.. aku tunggu.” Kata May pada Alex.
“May.” Alex mencekal tangan May. “Iya Lex?” tanya Maya. “Er—gak jadi deh!” setelah itu, Alex melepas tangan Maya.
---
Malam harinya, pesta ulang tahun Maya sangat meriah. Gak hanya teman – teman May, tapi kerabatnya juga banyak yang datang.
“Alex!” May memanggil Alex yang dilihatnya baru datang. “Kok baru datang? Gak bareng sama temen – temen yang lain? Yang lain udah dateng dari tadi.” Kata May . “Oh ya?” sahut Alex singkat.
“Iya itu mereka.” Kata May sambil menunjuk kumpulan teman – teman sekelasnya.
“Maya.” Andi—kakak Maya—memanggil Maya yang dari tadi gak kelihatan. “Eh Alex datang.” Kata Andi beramah tamah. “Apa kabar Kak?” tanya Alex pada Andi. “Baik.” Sahut Andi singkat.
“Maya, acaranya udah mau mulai. Ayo kamu dicariin.” Kata Andi lagi. “Permisi ya Lex.” Kata Andi sambil menggandeng adiknya.
---
“Pertama saya ucapkan terima kasih untuk semua tamu yang sudah hadir. Terutama teman – teman Maya. Tolong doa kan Maya supaya tambah dewasa dan sehat – sehat saja. Karena sudah terlalu lama menunggu, lebih baik sekarang kita mulai acaranya.” Kata Andi yang menyambut para tamu nya.
Setelah Maya meniup lilin, first cakenya diberikan pada kakaknya. “Kue pertama aku kasih sama Kak Andi.”
Setelah menerima kue dari adiknya, Andi mulai berpidato lagi. “Sebenarnya, pesta ini bukan hanya pesta ulang tahun Maya. Tapi juga pesta perpisahan.” Semua yang mendengar pidato Andi gak mengerti dengan apa yang diucapkan. Andi meneruskan pidatonya. “Semuanya tau kalau di kota ini kita sendiri. Atas permintaan orang tua kita, kita akan pindah dan pindah sekolah juga tentu. Oleh karena itu sekarang Andi dan Maya mau minta maaf kalau selama ini ada salah.”
Setelah itu, pesta dilanjutkan. Andi menemui teman – temannya yang datang ke acara Maya. “Gila lu bro! Pantesan aja lu maksa kita – kita buat dateng.” Kata salah seorang teman Andi.
Maya menemui teman – temannya yang menanyakan masalah kepindahannya dengan pertanyaan yang datang bertubi – tubi. Hanya Alex yang dia lihat dari tadi diam. Setelah semua temannya pergi untuk mengambil makanan dan selesai bertanya – tanya plus nostalgia, Alex baru bicara sama Maya.
“Tahun terakhir kita ketemu ya?” kata Alex tiba – tiba. Yang diajak biacara hanya diam. “Tahun terakhir kita ngerayain ultah bareng.” Kata Alex. May masih tetap diam dengan pikirannya sendiri. “Pertama kita ketemu Kak Andi ngerjain aku. Menyebalkan! Tapi seneng bisa kenal kamu. Sekarang yang terakhir, kita pisah. Sedih!” Alex menutup pembicaraannya. Selama beberapa menit keduanya saling diam duduk dibangku yang ada.
“Kamu gak akan balik?” tanya Alex akhirnya setelah keheningan beberapa lama. “Gak tau.” Setelah itu terjadi keheningan lagi. Lama – lama, semua tamu mulai berkurang hanya teman Kak Andi yang masih ada.
“Makasih ya buat semuanya. Udah jadi partner aku, jadi temen aku.” Kata Alex. “Sama – sama Lex. Aku juga seneng jadi teman kamu.” Setelah itu Alex beranjak dari duduknya dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Maya. “Semoga kamu selalu sukses.” Maya menyambut uluran tangan Alex. “Makasih Lex.”
“Sama – sama. Aku pulang dulu May.”
Setelah Alex pergi, Kak Andi menghampiri adiknya. “Kamu suka sama dia?” tanya Kak Andi yang mengagetkan Maya.
“Maksudnya?” sahut Maya gak ngerti. “Ceeileeh... lu pura – pura gak tau atau emang bener – bener gak tau.? Alex! Lu suka sama dia kan?” tanya Andi lagi. Tapi Maya langsung meninggalkan Andi dan pergi ke dalam rumah.
---
Itu pertemuan terakhir Maya dengan Alex. Setelah Maya pindah mereka gak pernah ketemu lagi. Dari perpisahannya, masih ada satu hal yang belum terungkap. Tentang perasaan masing – masing yang gak pernah terungkap.

~THE END~

Selasa, 16 September 2014

Cerpen "Bintang Yang Redup"

Bintang Yang Redup
Oleh : Ismi Roichatul Jannah
Malam telah datang. Rembulan sang dewi malam telah bersinar menggantikan mentari yang telah kembali ke peraduan di ufuk barat. Malam tanpa bintang di atas langit perkotaan, tetesan hujan yang berjatuhan seperti menggambarkan perasaan seorang gadis yang tengah menatap ke arah langit malam. Aroma hujan bercampur dengan dinginnya malam semakin menggambarkan betapa mirisnya hati sang gadis.
Malam semakin larut. Dinginnya malam tak sedikitpun  mengusik sang gadis. Dia tetap bergeming, entah sudah berapa lama Dinda duduk terdiam menatap langit malam. Entah apa yang ditatapnya.. Entah apa yang ditunggunya.. hanya ada kabut putih di luar sana.
Setiap malam Dinda menatap, berharap akan menemukan sesuatu yang tengah dicarinya.. Berharap menemukan bintang dalam kabut putih di atas langit perkotaan. Pikirannya kembali melayang menembus kenangan terakhirnya bersama sang bintang—bintang hatinya—
 “Arinda... Arinda...”
Suatu senja, seorang anak laki – laki yang masih menggunakan seragam merah putih mengetuk pintu depan rumah seseorang. Tak lama setelah anak laki – laki itu menunggu, seorang laki – laki yang berperawakan tinggi, keluar dengan senyum tersungging di bibirnya.
“Bintang?”
Seseorang anak laki – laki yang dipanggil Bintang itu langsung mendongak melihat seseorang yang sedang berdiri di depannya. Melihat sosok yang ia kenal berdiri di depannya, Bintang langsung memberikan senyumnya.
“Mau cari Dinda?”
“Iya Kak Fabian.”
Laki – laki yang dipanggil Fabian itupun langsung berteriak ke dalam rumah memanggil nama Dinda. Tak lama kemudian keluar seorang gadis kecil berkulit putih dengan kunciran kepang pada rambut hitamnya.
Melihat siapa yang datang mencarinya, Dinda langsung memberikan senyum termanisnya untuk Bintang—sahabat terbaiknya. Dengan nada bicaranya yang ceria, Dinda menyapa Bintang dengan semangat seperti bertemu dengan kawan lama.
“Ayo.” Dinda langsung menarik tangan Bintang dan membawanya lari tanpa mengucapkan satu patah katapun untuk kakaknya. Melihat adik tersayangnya senang merupakan anugrah besar untuk Fabian.
Dinda dan Bintang datang ke sebuah taman yang indah. Taman dengan pemandangan malam yang sungguh mempesona. Bintang dan Dinda duduk di atas rumput taman yang basah karena rintik hujan.
“Arinda lihat ke atas langit.” Pinta Bintang pada Dinda.
Dinda berbicara dengan polosnya. “Banyak Bintang. Seperti nama kamu.” Bintang hanya diam mendengarkan kepolosan Dinda.
“Kamu kenapa selalu panggil aku Arinda?”
“Nama kamu Arinda Putri. Jadi gak ada yang salah kalau aku panggil Arinda.”
“Tapi Kak Fabian dan yang lain selalu panggil aku Dinda.”
“Aku panggil kamu Arinda supaya berbeda dengan yang lain.”
Hening. Jeda beberapa lama, tak ada siapapun yang mengeluarkan suara. Keduanya tak hentinya bergeming menatap langit malam yang penuh dengan kerlip bintang.
Bintang bicara memecah keheningan. “Arinda tau kalau hujan turun, tidak akan ada bintang di atas sana?” Dinda mengalihkan pandangannya dari bintang di atas langit kepada Bintang yang duduk di sebelahnya. Bintang melanjutkan pembicaraanya. “Kalau seandainya Bintang yang di sebelah kamu ini redup, aku berharap bintang di atas sana bisa menggantikanku untuk selalu membuat Arinda tersenyum.”
“Maksudnya?” tanya Dinda tak mengerti.
“Apapun yang terjadi, Bintang mau Arinda tetap tersenyum. Walaupun Bintang di sebelah kamu ini redup, jangan biarkan bintang yang ada di hati Arinda redup.”
Beberapa minggu kemudian, hanya nisan bertuliskan nama Bintang Anantyo yang Dinda lihat. Dinda tidak menitihkan air mata setetespun. Dinda hanya bergeming dan tak mengeluarkan sepatah katapun seperti tak bernyawa.
Tiba – tiba ada sentuhan hangat di pundak kanannya yang menyadarkan Dinda dari sebuah mimpi indah dan membawanya kembali ke dunia nyata untuk menghadapi kenyataan. Tanpa sadar, air mata yang sudah sedari tadi ia tahan telah mengalir di pipinya.
“Kamu kenapa?” Fabian bertanya melihat adiknya menitihkan air mata.
“Kenapa Bintang pergi? Katanya aku bisa melihat Bintang ada di langit setiap hari.” Dengan polosnya Dinda bertanya pada kakaknya.
“Bintang akan selalu ada di hati kamu. Dan kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus bisa menerima kenyataan karena kita hidup di dunia nyata, bukan dongeng. Dinda jangan pernah menangis lagi ya?”
Dengan kepolosannya, Dinda mengangguk. Dinda menghapus air mata yang membekas di pipinya. Fabian langsung mendekap adik tersayangnya yang masih lugu itu.
Setelah kakaknya keluar dari kamar, Dinda mengambil buku pemberian Bintang sebelum Bintang pergi meninggalkannya. Dinda menggerakkan penanya dan mencurahkan isi hatinya ke dalam buku pemberian Bintang bersampul biru dan bertuliskan Diary Arinda.
Dinda mengambil kertas yang terlipat di dalam buku pemberian Bintang dan membaca tulisan yang sudah ia baca berkali – kali.

Dear Arinda
Maafkan Bintang karena aku tidak dapat terus bersinar untuk Arinda. Ada saatnya Bintangmu ini redup dan tak kuasa melawan takdir. Jangan pernah menganggap Bintang sudah pergi jauh. Bintang akan selalu ada di hati Arinda. Saat senja tiba, aku akan menjadi bintang paling terang di atas langit yang akan selalu melindungi Arinda. Bintang mau Arinda selalu tersenyum mengenang persahabatan yang sudah kita lalui sama – sama.
Bintang

“Arinda gak akan pernah melupakan Bintang. Bintang di hati Arinda gak akan pernah redup. Dan Arinda akan selalu tersenyum untuk Bintang.” Kata Dinda pada diri sendiri.

Selasa, 09 September 2014

Puisi "Secret Admirer"

Secret Admirer
Tanpa sadar aku mulai mengagumi mu..
Tanpa sadar ada sesuatu terselip dalam kalbu..
Tanpa sadar bayangmu selalu menemani langkahku..
Senyummu bisa menyejukkan hatiku..
Diam – diam aku menatapmu..
Namun aku tak bisa menampakkan wajahku..
Sekarang aku hanya bisa mengagumimu..
Lebih baik kau tidak pernah tau siapa aku..
Dekat denganmu hanyalah sebuah mimpi..
Dan hanya akan membuat sakit hati..
Tetapi kau akan jadi kenangan terindah..
Masa – masa awal putih abu – abu..
Aku tak pernah menyesal mengenalmu..
Aku senang kau bisa menjadi bagian dari cerita hidupku..

Biarkan aku hanya bisa menatapmu dari kejauhan..

Cerpen "First Love"

First Love
Oleh :Icha_Ichmi
Aku mengagumi sosok itu.
Sosok yang baru – baru ini selalu ada dalam mimpiku. Bayangan yang selalu menemani disetiap langkahku. Sosok yang menempati dasar relung hatiku.
Jika aku bisa memilih, aku tak akan pernah memberikan hatiku pada seseorang yang tak bisa kuraih sepertimu. Tapi apa daya hati ini tak bisa membendung rasa yang datangnya tiba – tiba. Seperti kelopak bunga yang jatuh tak berdaya tertiup angin, seperti pula hati ini yang tak berdaya menerima rasa bernama cinta. Hati ini pun tak kuasa mengenyahkan perasaan itu begitu saja.
Kau adalah orang pertama yang menembus dasar hatiku. Cinta pertama yang menyakitkan, cinta yang tidak akan mungkin pernah tersampaikan. Bagaikan bunga, kau terlalu indah jika hanya untuk kumbang kecil sepertiku. Kau adalah bintang terang di langit yang tak akan pernah bisa kugapai.
Dalam hati aku berharap kaulah orang yang akan mengajariku bagaimana untuk mengepakkan sayapku. Namun itu hanyalah sebuah harapan semata.. Harapan yang kandas bahkan sebelum diperjuangkan.
Aku hanya bisa mengagumimu dari balik tembok. Sinarmu yang terlalu terang akan membuatku semakin redup dan sakit hati. Hati ini bisa menerima semua pedih ini sendiri, asalkan mata ini selalu bisa melihat senyum dari bibir merahmu..
Mungkin sulit menghilangkan perasaan yang sudah tumbuh subur di hati ini. “Cause first love never die.” Sudah cukup bagiku kau mengisi sebagian kecil cerita hidupku. Tak perlu kau tau siapa aku, yang perlu kau tau hanyalah perasaan ku. Perasaan bahwa aku begitu mengagumimu..
Tak perlu kau memahami aku, aku hanya ingin kau memahami hati dan perasaanku. Ku serahkan semuanya kepada sang waktu, kapan hati ini akan lepas dari bayangmu. Karena sang waktu pula lah yang menghadirkan rasa itu dalam hatiku.

Suatu hari... aku akan mengenangmu sebagai hal terindah dalam hidupku. Sang waktu telah menjadikanmu cinta pertamaku. Kau orang pertama yang mengajariku tentang arti cinta. Kau orang pertama yang membuatku bersyukur atas nama cinta.

Kamis, 21 Agustus 2014

Cerpen RETAC "PUTIH BIRU TAHUN KETIGA"


Putih Biru Tahun Ketiga
Karya : Ismi Roichatul Jannah     
“Menthog-menthog... tak kandani.. mung rupamu angisin isini mbok yo aja ngethok ono kandhang wae.. enak-enak ngorok ora nyambut gawe.. Menthog-menthog.. mung lakumu megal megol nggawe guyu..”
Drama Bahasa Daerah yang di praktekkan kelas IX-A berjalan dengan seru. Semua tertawa saat salah seorang menembang menthog-menthog dan menirukan gayanya.
~~~
Sekarang, aku sudah duduk di kelas X Sekolah Menengah Atas mengenakan seragam putih abu – abu. Sekarang tak ada lagi putih biru, putih biru sekarang hanyalah bisa dikenang. Dulu aku selalu berpikir. Apakah masa putih biru akan bisa aku lewati dengan baik? Apakah putih biru akan memberikan sejuta kenangan? Akankah aku meninggalkan putih biru dengan sebuah kesan?
Pulang sekolah hari ini kebetulan barengan sama anak SMP, saat aku melihat siswa sekolahku dulu keluar dari sekolah mengenakan seragam putih biru, aku jadi teringat masa saat aku masih mengenakan seragam putih biru. Putih biru saat tahun ketiga.
Pikiranku melayang membawaku mengingat masa – masa terakhirku di putih biru. Masa – masa penentuan di putih biru. Tapi juga memberikan kesan yang indah untuk tahun terakhirku.
FLASHBACK ON
Awal masuk kelas 3 SMP, aku ditempatkan di kelas IX-A. Sebagian di kelas IX-A belum pernah aku tau dan belum pernah kenal. Rasanya seperti membosankan siihh...
Tapi entah sejak kapan dan bagaimana aku mulai akrab sama mereka semua teman – temanku. Ya aku tau, mau gak mau aku harus adaptasi sama mereka semua. Mungkin awalnya aku gak pernah kenal akrab mereka semua. Aku cuma tau beberapa dari mereka dari cerita teman – temanku.
Dan mayoritas anak – anak di kelas IX-A banyak yang narsis. Kalau dibuat dalam album foto itu.. mungkin udah bertumpuk – tumpuk album foto yang ada.
“Hei.. IX-A buat slogan ayo..” usul Andri.
“Slogan apa’an?” kata Shafira.
“Chongo’-A chibi chibi cemungudt cemungudt Eeaaa.” Kata Andri lagi.
“Hahaha”
Ada satu anak yang namanya Jihan. Anak yang terlalu pendiam, gakk asikk, dan sokk akrab. Tiap hari Jihan dibuat nangis, dibuly habis – habisan. Tapi niatnya siih cuma bercanda, anaknya aja yang terlalu pendiam. Soalnya rata – rata anak di kelas IX-A itu pada freak semua.
Banyak keseruan – keseruan lain yang ada di kelas IX-A. Apalagi waktu pelajaran Bahasa Inggris.
“Ya.. Aris coba jawab nomer 3.” Kata Bu Kris.
Belum sempet Aris jawab, Bu Kris udah ngomong lagi “Yes, good.”
“Hehehe” semua satu kelas tertawa.
Waktu istirahat, Aris jadi sering ngomong kata “Yes, Good” sama niru gayanya Bu Kris. Pokoknya seru deh. Entah kenapa, kalau setiap Aris bicara itu ngebuat semua anak ketawa.
Setelah istirahat selesai, waktunya pelajaran IPA. Mungkin pelajaran yang paling menyebalkan. Padahal aku suka banget sama pelajaran IPA. Sayang aja gurunya gak bisa diajak kompromi –atau lebih tepatnya gak bisa ngerti anak – anak. Jadinya pelajaran jadi boring. Kerjaannya itu Cuma nyatet sampe berlembar – lembar tanpa jeda.
“Pak, Capek. Isrirahat bentar Pak. 5 menit Pak.” Kataku.
“Iya pak. Capek.” Kata anak – anak lain mendukung.
“Ngebut ae rekk. Pulang pak” Kata Yunus.
“Ya sudah saya terangkan dulu.” Sementara guru IPA menjelaskan, Yunus yang duduk di belakang sibuk sendiri.
“Yunus, dari tadi ngomong sendiri. Coba jawab LKS hal 17 nomer 3.” Kata guru IPA bicara agak tegas.
“Marah ta pean?” kata Yunus agak bercanda. Semua satu kelas ketawa sama kata – katanya Yunus. Guru IPA juga ikut ketawa.
Pelajaran berakhir terasa lambat. Setelah itu waktunya pelajaran IPS, guru IPS komplain ngomel – ngomel tentang hasil ulangan.
“Marah ta pean?” kata Aris menirukan kata - kata Yunus.
Guru IPS yang baru denger kata – kata itu, jadi nasehatin lagi. “Itu tidak baik. Bicara dengan guru menggunakan bahasa begitu. Kalau tidak bisa menggunakan bahasa jawa krama, gunakan bahasa indonesia saja.”
Semua satu kelas jadi diam semua. Setelah itu dilanjut pelajaran. Waktu guru IPS menjelaskan, temen – temen bergurau lagi –gak pernah bisa diam. “Nung ning nang ning nung ning ning nang ning nung.........” kata temen – temen kayak mainan topeng monyet. Akhirnya sampe waktunya pulang, guru IPS juga ikut – ikutan.
Tapi ada yang paling menyebalkan di antara semua yang menyenangkan. Entah karena apa, kayaknya guru – guru itu pada gak suka sama kelas IX-A. Tapi siapa peduli! Kelas IX-A tetep kompak. Bisa dibilang kelas IX-A kelas paling rame dan paling kompak. Gak ada kelas lain yang kayak IX-A.
Hari berikutnya, aku lupa pelajaran apa. Waktu itu, anak – anak satu kelas rame semua. Ketua kelas paling kece sedunia ‘Anif Novitasari’ :p *just kidd* nyuru anak – anak diem.
“He rekk diem, Hello...” kata Anif.
Waktu anak – anak rame, Anif sering bilang kata – kata itu. Akhirnya temen – temen banyak yang niruin kata – kata plus gaya bicaranya Anif.
Semester pertama jadi berakhir dengan cepat tanpa terasa dengan kegilaan – kegilaan, kekompakan dan keseruan yang ada di dalamnya. Akhir semester pertama, sekolah mengadakan studytour ke Yogyakarta.
Menyenangkan banget sih.. ada perasaan yang gak bisa dijelaskan dengan logika. Meskipun aku agak lemas karena aku paling benci yang namanya naik bis. Tapi bis tempatku paling seru, tapi juga paling lemot. Tapi intinya.. trip to Jogja-nya menyenangkan.
Temen – temen udah merencanakan mau merayakan ulang tahun wali kelas paling baik sedunia yang pernah anak RETAC punya, Bapak Djoko Yanuarso. Tapi karena ultah Bapak waktu liburan, tanggal 01 Januari.. jadinya ngerayainnya nunggu masuk sekolah.
---
Semester kedua sudah dimulai. Artinya dimulai juga kegilaan – kegilaan di kelas IX-A. Beberapa hari setelah awal masuk sekolah di semester kedua, temen – temen udah merencanakan untuk ngerayain ultah Bapak Djoko. Kebetulan hari itu barengan sama ada acara jalan sehat di sekolah. Setelah jalan sehat, ngadain bersih – bersih kelas. Waktu Bapak lagi ikut menanam bunga di taman, kue nya dikeluarin.
“Happy Birthday to you... Happy Birthday to you.. Happy Birthday.. Happy Birthday.. Happy Birthday Bapak...” kata temen- temen nyanyi bareng. “Selamat ulang tahun bapak.” Kata anak – anak lagi. “Tiup lilinnya pak.”
Setelah lilinnya di tiup... “Ya sudah. Kuenya dimakan aja. Dibagikan.” Lalu kuenya dipotong, gak sampe lima menit. Kue nya udah habis. Habis dimakan sama habis di hancurin, dibuat mainan. Mukaku sama temen – temen jadi putih kena tart. ‘itu cuma keseruan awal semester.’
Awal semester kedua sudah dibanjiri tugas – tugas kelompok. Jadi aku sering pulang sore. Hari Jum’at ada janji kerja kelompok di rumah Indah. Kelompokku sama kelompok Tya latihan drama bahasa daerah bersama. Sementara kelompok Tya latihan adegan, kelompokku latihan dialog.
“Ayo Ris. Bagian kamu hafalan.” Kataku menyuru.
“Oke. Yo opo lhek dolanan ............... hah? Apa dialognya.” Kata Aris.
“Cublek – cublek suweng Ris.” Kataku memberi tau.
Berkali – kali aku sama temenku bantu Aris hafalan. Sampe – sampe aku sama temen – temen yang lain hafal dialognya Aris. Tapi akhirnya Aris bisa juga dialog.
“Yo opo lhek dolanan cublek – cublek suweng. Carane, kita hompimpah dhisik. Sing dadi kudu mengkurep. Tangane kita di dekek ing gegere sing dadi mau karo muter watu cilik lan nembang cublek – cublek suweng. Sakwise tembange bubar, sing dadi kudu nebak sopo sing nggawa watu cilik mau. Yen bener, iku sing dadi lan oleh ukuman.” Kata Aris berdialog dengan terbata - bata. Meskipun sudah hafal, tapi Aris masih sering salah.
“Ukumane apa?” kataku melanjutkan dialog.
“Ukumane nembang menthog-menthog lan nirukake gayae.” Kata Aris lagi.
“Ya udah latihannya selesai deh. Aku pulang duluan ya?” kataku sambil berpamitan.
---
Setelah sekian lama latihan untuk mempersiapkan drama bahasa daerah, hari yang ditunggu tiba. Saatnya tampil penilaian drama. Drama memang gak berjalan lancar dengan penuh penghayatan, tapi drama berjalan dengan seru, rame, ketawa - ketawa dan gokil. Apalagi waktu pemeran Gilang nembang menthog-menthog dan niru gayanya. Dan karena rata – rata anak kelas IX-A narsis, jadi setelah itu gak lepas dari foto – foto dan upload di facebook.
Tiga jam terakhir waktunya pelajaran IPA. Pelajaran yang menjadi agak menyebalkan. Tapi kali ini jadi seru di jam – jam terakhir. Waktu setengah jam sebelum pulang, guru IPS mau masuk ke kelasku, tapi balik lagi. Karena bosan dengan pelajaran IPA, akhirnya.................
“Pak, dipanggil guru IPS tadi.” Kata Tya.
“Oh ya.. saya tinggal sebentar.” Kata guru IPA.
Setelah kembali dari ruang guru menemui guru IPS...........
“Waktunya IPS ya?”
Karena bosan pelajaran, semuanya kompak bohong “Iya pak!” padahal sih enggak. Tetep waktunya IPA. Setelah guru IPA keluar, lalu guru IPS masuk ke kelas IX-A. Semua jelas kelihatan heran karena hari itu gak ada waktunya IPS.
“Waktu saya ya?” tanya Guru IPS.
“Bukan Bu!” kata temen – temen kompak.
“Lho?? Jadwal saya di kelas IX-A.”
“Enggak bu. Besok bu waktunya IPS.”
“Mana jadwalnya?” lalu guru IPS pergi ke ruang guru untuk mengecek jadwalnya lagi. Sementara ketua kelas, mencari jadwal kelas lalu menyusul guru IPS ke ruang guru.
“Ini bu jadwalnya.” Kata Andri ketua kelas.
“Saya gak butuh itu. lihat ini jadwal saya. Hari Kamis ya.. jam terakhir. Lihat.” Kata guru IPS sambil sambil menunjuk jadwalnya.
“Itu kelas IX-C bu jadwalnya.”
“Lho iya ta? Ohh.. Iya udah. Maaf.” Kata guru IPS.
Andri dan Shafira nahan ketawa di ruang guru sampe rasanya tulang rusuk nya mau lepas karena nahan ketawa. Sampe di kelas, Andri dan Shafira nyeritain gimana kejadian di ruang guru tadi. Dan nyeritain kesombongan yang gak mau lihat jadwal kelas IX-A. Dan ternyata yang salah guru IPS. Semua satu kelas ketawa – ketawa heboh gara – gara kejadian ini. “Hahahahahahahahahahahahahahahahaha”
“Hari ini, dua guru sekaligus kena kerjain 9A. Guru IPA mau – mau aja dibohongin sama 9A.” Kata Tya.
“Hei.. guru IPA mau balik ke kelas.” Kata Indah.
“Hei cha, jam nya cepetin aja.” Kata Andri. Walaupun 15 menit lagi udah waktunya pulang.
“Ya ambil jam nya kesini.” Kataku.
Setelah jamnya di cepetin, jamnya di tempel lagi di dinding.
“Ngapain Pak?” tanya Yunus.
“Masih waktunya saya kan?” kata Guru IPA
“Udah waktunya pulang Pak, lho pak jamnya.” Kata Andri.
“Belum Bel.” Kata guru IPA.
“Belnya mati paling pak.” Kata Shafira.
“Iya wes. Saya kasih PR aja, hal...........................”
Yah begitulah akhir kegiatan kelas IX-A hari itu.
---
Hari senin, semua pasti sudah tau kalau hari Senin di semua sekolah pasti mengadakan upacara. Setiap upacara, diumumin lomba kebersihan kelas yang di adain setiap minggu. Dan akhir – akhir ini memang kelas IX-A gak pernah menang di lomba kebersihan kelas. Tapi kelas IX-A tetep PD aja.
“Kebersihan sudah lebih baik, hanya perlu di tingkatkan. Pemenang lomba kebersihan kelas 7.....” kata pembina upacara.
“IX-A” kata Tya, Anif dan yang lain dalam barisan. Sementara barisan lain diam.
“Kelas 7C. Pemenenang lomba kebersihan kelas 8...” kata pembina upaca melanjutkan.
“IX-A” kata anak – anak lagi.”
“Kelas 8D. Pemenang lomba kebersihan kelas 9....!!” pembina melanjutkan.
“9A.” Kata anak – anak lagi.
“Kelas IX-G. Kelas yang menjadi pemenang lomba kebersihan, ketua kelasnya harap maju ke depan.”
Meskipun bilangnya kenceng banget dan kenyataannya kalah, gak ada rasa malu sama sekali. Mungkin semuanya sadar kalau IX-A kurang layak jadi pemenang. Udah kalau masuk kelas gak pernah mau lepas sepatu, gak ada yang mau piket, dan buang sampah seenaknya di dalam kelas.
Setelah upacara, langsung pelajaran IPS. Guru IPS bilang kalau kelas IX-A mau dibuat penilaian mengajarnya.
“Saya mau pakek kelas IX-A buat listen study saya. Mungkin minggu depan, nanti saya kabari. Karena saya lihat kelas IX-A paling hidup kalau diajak diskusi.” Kata guru IPS.
Semua siswa satu kelas berpandangan satu sama lain dan bisik – bisik entah apa. Mungkin keheranan mendengar guru IPS memuji IX-A. Karena kelihatannya banyak guru yang gak suka sama IX-A karena rame sendiri. Apalagi guru IPS yang merupakan wali kelas IX-B. Tapi wajah anak IX-A jadi berubah kayak gimana gitu habis denger....
“Walaupun rata – rata kelas IX-A itu lebay, 90% lebay.” Kata guru IPS.
“Jiiaahh.. habis muji langsung nyela. Kalau ibarat terbang itu ya.. langsung dijatuhin dari ketinggian.” Kataku berbisik pada Tya. Anak – anak lain berpandangan lagi seakan bicara dengan bahasa isyarat.
“Mungkin aku gak kayak sekarang ini. Aku seperti punya kepribadian berbeda antara di rumah dan di sekolah. Aku bersifat agak lebay di sekolah mungkin karena tuntutan adaptasi.” Kataku dalam hati. 
Aku berharap tahun terakhirku di putih biru jadi berkesan dan gak terusak sama guru – guru yang gak suka sama 9A.
Waktu itu pelajaran IPS gak ada gurunya. Kegiatan yang udah berbulan – bulan gak dilakuin di 9A, dilakuin lagi. Yaitu ngebuli Jihan.
“Jihan sekarang kok berani bantah ya?” kata Tya.
“Karena udah punya facebook.” Kataku ikut – ikut.
“Denger – denger di Bangil ada bom ya?” kata temen – temen yang lain niruin update statusnya Jihan di facebook.
“Bom nya lho di Bugul. Kok bisa salah nulis Bangil Han?” tanya Tya.
“Mikir siapa Han? Mikir pacar ta?”
Semua anak perempuan yang ikut – ikut ngebuli, ketawa.
“Wooyyy ... Diem.” Kata anak laki – laki yang dari tadi sibuk sendiri lihat film. Anak – anak perempuan ngebuli Jihan –kecuali Andi yang ikut – ikut anak perempuan.
Anak laki – laki sibuk lihat film. Sementara Jihan bisa bebas dari bulian anak – anak. Indah dari tadi nyanyi – nyanyi lagu galau terus..
“Galau rekk!! Semalam habis berantem.” Kata Anif.
“Apa seh?” kata Indah.
“Gak usah di tutup – tutupi. Semua udah tau kalau Indah pacaran sama Yusuf.” Kata Anif lagi.
“Biarlah orang berkata apa.” Kata Indah sok puitis.
“Biaralah orang berkata apa... aaa...aaa...” kata temen – temen bareng nyanyiin lagunya Armada.
Ujian semakin dekat. Bulan berikutnya, seluruh kelas 3 sudah sibuk dengan ujian – ujian yang cukup memusingkan kepala. Tapi untuk anak Spansix, ujian gak ada artinya. Seperti tak ada beban sama sekali waktu menghadapi ujian.
FLASHBACK OFF
Sekarang semua hanya tinggal memory yang bisa dikenang. Entah apa yang terjadi beberapa tahun berikutnya pada teman – temanku. Akankah mereka tetap mengingatku atau udah melupakan semuanya!
Tapi aku senang bisa mempunyai kenangan bersama anak RETAC IX-A SPANSIX. Buatku semua sahabatku. Aku berterimakasih karena sudah membuat kenangan indah saat masa putih biru tahun ketiga. Aku tau mungkin banyak yang gak suka dan benci sama aku karena sifatku yang mungkin pelit gak mau nyontekin temen – temenku. Terserah apa yang temen – temenku bilang tentang aku. Aku tetep seneng bisa punya kenangan sama RETAC.
~ THE END ~
REmajaTiga.A.Community
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang pernah penulis alami waktu masa – masa putih biru. Tahun terakhir di putih biru yang mengesankan namun agak menyedihkan.


Sahabat
Karya : Ismi Roichatul Jannah
Walau tangan tak selalu berjabat
Walau mata tak selalu bertatap
Walau suara tak lagi terdengar
Tapi kita tetap sahabat
Walau jarak memisahkan
Walau waktu terus berjalan
Ikatan sahabat kan selalu teringat
Sahabat kan selalu menemani
Sahabat kan selalu menghibur hati
Karna sahabat sejati kan selalu di hati
Sahabat kan ada tuk menghapus air mata
Sahabat kan ada tuk berbagi bahagia
Karna sahabat sejati kan selalu bersama
Sahabat bagaikan bintang
Yang serlalu menemani kesendirian rembulan
Hingga mampu menerangi dunia
Dalam kebersamaan