The
First Rain
Hari ini adalah hari pertama Rey Ferdinand pindah ke
sekolah barunya. Rey harus tinggal bersama dengan kakaknya karena orang tuanya
harus pindah jauh dan Rey tidak mau ikut dengan orang tuanya. Rey memilih
tinggal dengan kakaknya meskipun akhirnya dia juga harus pindah sekolah.
Sepertinya, hari ini Rey terlalu pagi untuk datang ke
sekolah.
“Kayaknya
salah nih dateng jam segini.” Kata Rey pada diri sendiri.
Saat
matanya sibuk melihat sekeliling sekolahnya yang baru, tiba – tiba... Brakkk..
“Maaf.”
Kata seseorang yang menabrak Rey tadi sambil membereskan bukunya yang terjatuh.
Rey
membantu orang yang menabraknya tadi untuk membereskan bukunya. “Saya juga
minta maaf. Tadi gak lihat jalan.” Kata Rey sambil memberikan buku milik orang
yang tadi ditabraknya.
“Terimakasih.
Permisi.” Kata orang yang menabrak Rey. Sekilas orang tersebut menatap Rey lalu
langsung pergi.
---
Sejak pagi, mentari sudah terhalang oleh awan hitam yang
siap menjatuhkan airnya kapan saja. Membuat suasana masih terlihat sangat pagi. Namun hal itu tidak membuat gadis blasteran
Indonesia-Inggris yang bernama Meisya Wilson menjadi malas. Meisya berangkat
sekolah sejak pukul 6 pagi.
Saat Meisya memasuki kelas, sudah ada Dwi Ariani—teman
Meisya dan beberapa murid lainnya.
“Tumben
dateng pagi Mei?” tanya Dwi.
“Belom
ngerjain PR. Nyontek dong!”
“Dikirain
udah tobat sekarang dateng pagi. Eh—ternyata modus dateng pagi.”
“Ngomelnya
nanti aja ya Dwi sayang. Kamu kan sahabatku yang paling baik.” Kata Meisya
dengan nada yang manis untuk merayu Dwi. Dwi meberikan bukunya untuk di contek
Mei.
“Gak
mungkin banget si Mei dateng pagi kalo gak ada maksudnya. Biasanya juga
datengnya mepet – mepet bel masuk.” Kata teman Mei yang lain.
“Udah
deh Jo. Jangan cari gara – gara pagi – pagi kayak gini. Emang kenapa kalo gue
dateng pagi cuma buat ngerjain PR? Masalah buat lo?” kata Mei menanggapi
perkataan Jonathan.
“Tiap
ada PR selalu nyontek. Kalo gitu mending gak sekolah lo?” kata Jonathan pada
Mei.
“Kayak
lo gak nyontek aja. Asal lo tau ya.. Ini pengecualian buat pelajaran kimia si
guru chiller. Gue gak minat ngerjain sendiri pelajaran kimia.” Kata Mei tambah
nyolot.
“Udah
kalian berdua selalu gak pernah tenang. Mei kerjain aja PR kamu.” Kata Dwi
menengahi.
Mei mengerjakan PR kimianya dengan
cepat sebelum bel masuk sekolah berbunyi. Atau kalau enggak, Mei akan dihukum
berdiri di bawah tiang bendera sampai jam istirahat. Jam pertama berlalu dengan
sangat membosankan. Bukan hanya Mei, tapi semua satu kelas merasakan hal yang
sama.
Tettt...
Tett... Tett...
“Ye...
Istirahat.”
“Jangan
lupa kerjakan pekerjaan rumah kalian.” Kata guru kimia menjelaskan.
“Hadehh...
kapan sih nih guru gak ngasi PR. Capek ngerjain kimia mulu. Kalau PR kamu udah
selesai, aku nyontek ya Dwi... Kamu kan baik.” Kata Mei mengeluh sekaligus
merayu Dwi lagi.
“Selalu
gitu.” Kata Dwi menimpali.
Setelah
itu Mei langsung lari keluar kelas. “Ehh Mei mau kemana?” tanya Dwi.
“Mau
ke perpus. Mau pinjem buku buat ulangan fisika besok.” Kata Mei.
“Tapi
aku mau ngomong dulu.”
“Udah
nanti aja. Sekarang aku ke perpus dulu. Bye! Jangan kangen sama aku ya?” Mei
lari keluar diikuti suara tawanya.
---
Mei memasuki perpustakaan dan mencari buku yang ingin dia
pinjam. Tapi saat dia asik mencari buku, ada yang menggangu.
“Ngapain
lo? Mau pinjem buku? Emang lo pernah belajar?” kata Jonathan meledek Mei.
Mei
tidak memerhatikan perkataan Jonathan dan
tetap mencari bukunya.
“Sok
rajin banget lo. Emang lo peduli kalo besok ulangan?” kata Jonathan lagi.
“Lo
jangan cari gara – gara ya! lo jadi orang jangan nyebelin dong.” Kata Mei
dengan nada tinggi.
Penjaga perpustakaan mendengar pertengkaran Jonathan dan
Meisya. Jonathan dan Meisya langsung diusir keluar dari perpustakaan. Mereka
jalan beriringan menuju kelas, di jalan.. mereka berdua tetap berantem dan
tidak melihat jalan yang di depannya. Dan mereka berdua menabrak sesuatu.
Meisya dan Jonathan melihat siapa yang baru saja mereka tabrak. Keduanya
terbelalak setelah melihat siapa yang mereka tabrak.
“Hadduuhh..
si chiller!” kata Mei dalam hati.
“Kali
kalau jalan itu lihat ke depan. Kalian berdiri di bawah tiang bendera sampai
jam pulang sekolah.”
“Tapi
Bu...” “Tidak ada yang membantah.” Sebelum Jonathan menyelesaikan perkataannya,
Bu Riska sudah memotong pembicaraannya.
“Saya
gak sengaja Bu. Ini nih bu gara – gara Jo.” Kata Mei menyalahkan Jo.
“Enak
aja. Lo yang gak liat jalan.” Kata Jonathan menyalahkan Mei.
“Sudah!
Cepat kalian berdiri di bawah tiang bendera.” Kata Bu Riska.
“Tapi
kayaknya bentar lagi hujan Bu.” Kata Mei.
“Lalu?
Daripada kalian kepanasan. Cepat!” kata Bu Riska tegas.
Meisya dan Jonathan terpaksa menjalani hukuman yang menurut
mereka gak adil. Tapi itulah yang harus dilakukan jika melakukan kesalahan
apalagi sama guru ‘chiller’. Saat di tengah hukuman, Jonathan dipanggil untuk
menemui guru BK yang artinya Jonathan selamat dari hukuman. Sekarang tinggal
Meisya sendirian. Dan bel pulang sekolah tinggal 15 menit lagi. Namun, hujan
sudah turun dengan deras dan membuat seluruh badan Meisya basah.
Teett...
Teett.. Teett.. Teett.. bel pulang sekolah berbunyi.
Meisya kembali ke kelasnya untuk mengambil tas dan barang –
barangnya. Semua temannya sudah pulang. Dwi juga sudah tidak ada di kelas. Setelah
itu, Meisya menunggu jemputan di luar sekolah sambil hujan – hujanan. Entah
hanya perasaan Meisya atau memang laki – laki yang dari tadi berteduh di depan
kelas memperhaikannya.
Tiba – tiba..
“Ngapain
lo hujan – hujanan? Masa kecil lo gak menyenangkan sampe – sampe sekarang lo
main hujan – hujanan.” Kata Jonathan meledek Meisya. Meisya tidak menjawab,
Meisya menyimpan tenaganya karena sudah kedinginan.
“Gue
lagi baik sama lo. Lo mau bareng gak?” tanya Jonathan. Tapi Meisya tetap diam
dan tidak menjawab pertanyaan dari Jonathan. “Ya udah kalo gak mau.” Jonathan langsung meninggalkan
Meisya.
---
Kelas Rey berada di dekat lapangan upacara. Sedari
istirahat, Rey memperhatikan dua orang yang dihukum di bawah tiang bendera. Rey
memerhatikan sosok perempuan yang sedari tadi dilihatnya terus – terusan
bertengkar dengan laki – laki disebelahnya yang sedang dihukum juga.
“Mereka
siapa?” tanya Rey pada temannya.
“Mereka?
Mei sama Jonathan? Mereka udah sering dihukum kayak gitu.” Kata teman Rey.
“Sering?”
tanya Rey heran.
“Iya
itu karena ulah mereka sendiri. Mereka selalu berantem. Dan itu yang membuat
mereka sering dihukum. Mereka udah satu kelas sejak awal masuk sekolah ini.”
Kata teman Rey menjelaskan.
Sepulang sekolah, Rey menunggu hujan reda di depan
kelasnya. Matanya menemukan sosok yang sedang berdiri di depan sekolah dan
sedang hujan – hujanan. Sosok itu adalah orang yang sama yang Rey lihat di
lapangan upacara tadi ketika perempuan itu di hukum.
Entah apa yang menarik dari diri perempuan yang sedari
istirahat tadi Rey perhatikan. Rey merasa ada yang tidak asing pada diri
perempuan itu. Rey menghampiri perempuan yang sedang kehujanan itu. Rey
memayungkan tasnya agar dia tidak kehujanan.
“Kenapa
tidak berteduh?” Rey
bertanya saat dia sudah di sebelah perempuan yang sedari tadi dia perhatikan.
Meisya langsung melihat orang yang berbicara di sebelahnya.
“Aku?”
kata Mei bertanya seperti orang bodoh.
“Ya.
kau! Kenapa tidak berteduh?” tanya Rey lagi.
“Seragamnya
juga udah basah. Ngapain berteduh.” Jawab Mei enteng.
“Gak
takut sakit?”
Bukan
menjawab pertanyaan Rey, Mei malah melihat Rey dengan tatapan aneh. Membuat Rey
risih. “Kenapa?” tanya Rey lagi.
“Kamu
anak baru? Kok gak pernah lihat?” pertanyaan Rey dijawab dengan pertanyaan pula
dari Mei.
“Oh
ya.. Aku Rey.” Rey mengucapkan salam kenal dan mengulurkan tangannya.
Mei
melihat uluran tangan Rey dan sedikit berpikir sebelum akhirnya dia menerima
uluran tangan Rey. “Meisya.” Kata Mei menyebutkan namanya sambil tersenyum.
---
Sesampainya di rumah, Mei langsung mandi dan ganti baju.
Setelah itu, Mei langsung menghadap bukunya di meja belajar untuk mengerjakan
PR kimianya. Buku kimianya memang sudah dibuka, namun hanya diletakkan
disampingnya. Sedangkan, tangannya menulis sesuatu di buku yang lain.
The First
Rain on 2014
Aku selalu tidak
suka hujan. Apalagi hujan pertama saat baru masuk musim hujan. Setiap hujan
pertama turun, aku selalu mengingatnya. Mengingat kejadian saat dimana aku
mendapatkan buku ini.
Tapi hari ini, saat
hujan pertama turun.. Aku bisa tersenyum di bawah tetesan airnya.. Karena
seseorang yang baru kukenal.
Mei memikirkan lagi saat dia bertemu dan berkenalan dengan
Rey. “Kenapa tiba – tiba anak baru itu nyamperin aku ya?” pikir Mei.
Mei tertidur di atas meja belajarnya. Akhirnya, paginya Mei
terburu – buru dan memasukkan semua buku yang ada di atas meja belajarnya.
Sesampainya di sekolah, Mei langsung berlari menuju ke
perpustakaan.
“Mei
mau kemana?” tanya Dwi yang berteriak pada Mei.
“Mau
ke perpustakaan dulu. Mau ngembaliin buku.”
Karena 10 menit lagi bel masuk, Mei cepat – cepat
mengeluarkan buku yang ingin dia kembalikan dan kembali ke kelas sebelum dia
telat dan mendapat hukuman lagi.
---
Pagi ini Rey berangkat sekolah agak pagi karena harus pergi
ke perpustakaan untuk meminjam buku. Setelah menemukan buku yang ingin
dipinjam, Rey membawanya. Saat akan keluar dari perpustakaan, Rey melihat
seseorang menjatuhkan buku dari dalam tasnya. Rey ingin mengembalikannya, tapi
orang itu sudah lari. Akhirnya, Rey mengambilnya dan berniat akan
mengembalikannya nanti.
Rey penasaran dengan isi buku yang dia temukan tadi. Rey
membuka buku bersampul pink yang ia temukan tadi. Dan Rey menemukan nama
pemilik buku itu.
---
Setelah sampai di kelas, Mei langsung duduk di sebelah Dwi
dengan nafas terengah – engah. Untungnya Mei tepat waktu. Sebelum pelajaran
pertama di mulai, Mei sudah ada di kelas. Di kelas, Mei memerhatikan teman
sebangkunya—Dwi yang sedari tadi gak fokus senyum – senyum sendiri. Padahal
sedang ada pelajaran matematika, dan faktanya Dwi tidak pernah melewatkan pelajaran
matematika sedikitpun.
“Dwi!”
panggil Mei.
“Hm..
Apa?” tanya Dwi.
“Kamu
kenapa sih?”
“Gakpapa.”
“Gakpapa
apanya? Dari tadi senyum – senyum sendiri.”
“Dari
kemaren aku mau cerita sama kamu tapi kamu ke perpustakaan.” Kata Dwi berbicara
kepada Mei dengan sedikit berbisik.
“Emang
mau cerita apa’an? Sampe senyum – senyum gitu.”
“Kamu
tau atau belom kalo ada murid baru di sekolah kita?”
“Kelas
berapa? Kelas 10 apa
kelas 12?”
“Emang
kelas 10 ada
siswa baru?”
“Ada.
Aku juga gak tau kenapa dia baru masuk sini di tengah semester. Kalo gak salah
sih dia adiknya Rey.”
“Apa?
Rey siapa?”
“Anak
baru di kelas 12. Anak
cowok yang katanya pinter itu?”
“Kamu
kok tau namanya?”
“Kemaren aku
ketemu sama dia waktu pulang sekolah!”
“Apa?”
Dwi berbicara terlalu keras dan membuat guru matematika yang sedang mengar di
kelas menjadi menoleh ke arahnya.
“Kenapa
Dwi?” tanya guru.
“Mm..
gakpapa Pak.” Jawab Dwi.
“Paling
itu ulah Mei yang ganggu Dwi, Pak.” Kata Jonathan tiba – tiba berbicara.
“Eh—kok
lo nyamber – nyember aja sih. Jangan sok tau deh.” Kata Mei marah.
“Kalo
bukan lo yang ganggu Dwi siapa lagi? Dwi kan anaknya pendiam dan selalu
dengerin pelajaran. Gak kayak lo.” Kata Jonathan mengejek Mei.
“Eh
kayak lo kerajinan aja.” Jawab Mei.
“Sudah..
Mei.. Jonathan.. kalian sering sekali buat keributan di kelas.”
“Mei
yang selalu buat keributan, Pak!” kata Jonathan.
“Enak
aja. Jo duluan yang mulai, Pak!” kata Mei gak mau kalah.
“Sudah.
Kalian ini selalu saja seperti ini. Kalian berdua berdiri di luar kelas sampai
jam pelajaran saya selesai. Cepat! Sekarang.”
Mei dan Jonathan terpaksa keluar kelas dan berdiri di depan
kelas. Saat berdiri di depan kelas, Mei melihat Rey yang masuk ke kelas
sebelah. Rey melihatnya, dan Mei hanya tersenyum melihat tatapan Rey.
---
Rey pergi ke kelas XII-MIA 1 untuk memberikan tugasnya kepada seorang guru.
Saat akan memasuki kelas XII-MIA 1, Rey melihat Mei dan satu orang lagi
bersama Mei sedang ada di depan kelas XII-MIA
2.
Rey melihat Mei yang sedang di hukum, Mei memberikan senyum pada Rey. Kebetulan
saat Rey akan masuk kelas XII-MIA 1, bel pergantian jam sudah berbunyi. Jadi
Rey menunggu guru yang ada di kelas XII-MIA 1 keluar.
Saat menunggu, guru di dalam kelas XII-MIA
1
keluar.
“Ternyata
pelajaran matematika. Tapi kenapa mereka di luar? Apa mereka dihukum lagi?”
pikir Rey.
Rey
mendengarkan perkataan guru matematika itu terhadap Mei dan Jonathan.
“Kalian
berdua, temui saya nanti saat jam istirahat di ruang guru.”
“Baik,
Pak!” jawab Mei dan Jonathan bersamaan.
Setelah guru matematika sudah pergi, Mei dan Jonathan
bertengkar sebelum masuk ke dalam kelas. Dan Rey melihat Mei dan Jonathan
sedang beradu mulut.
“Ini
semua gara – gara lo.” Kata Jonathan.
“Kenapa
nyalahin gue? Lo yang ikut campur masalah gue sama Dwi.”
Bu Dian—guru yang baru saja mengajar kelas XII-MIA
1
keluar, membuat Rey mengalihkan perhatiannya dari Jonathan dan Mei kepada Bu
Dian.
“Ada
apa Rey?” tanya Bu Dian.
“Ini
Bu saya mau mengumpulkan tugas.” Rey memberikan kertas tugasnya kepada Bu Dian.
Perhatian Bu Dian teralihkan oleh pertengkaran Mei dan
Jonathan.
“Mei..
Jo..” kata Bu Dian menegur Mei dan Jonathan.
Mei dan Jonathan tersenyum melihat Bu Dian lalu masuk ke
dalam kelas.
“Saya
permisi Bu.” Kata Rey.
Saat kembali ke kelas, ternyata guru yang mengajar kelas
Rey—XII-MIA 5 belum
datang ke kelas. Rey mengobrol dengan temannya.
“Lo
kenal yang namanya Meisya Wilson?” tanya Rey pada temannya.
“Emang
kenapa? Dari kemaren lo tanya tentang Mei terus. Lo suka sama dia?” kata teman
Rey.
“Dari
kemaren? Maksudnya?” tanya Rey tidak mengerti.
“Meisya
Wilson is Mei. Dia yang selalu dihukum bareng Jo.” Kata teman Rey menjelaskan.
“Gue
gak tau kalau nama lengkapnya Mei itu Meisya Wilson.”
---
“Mei,
maaf ya.. gara – gara aku, kamu jadi dihukum.”
“Nyantai
aja kali Dwi. Aku kan udah biasa dihukum. Ini bukan gara – gara kamu. Tapi ini
semua itu salahnya Jo. Udahlah gak usah dibahas. Tadi kenapa tiba – tiba
berteriak gitu?”
“Kamu
tau nama anak baru di kelas MIA 5?”
“Rey?”
“Iya.”
“Aku
kenalan sama dia kemaren.”
Dwi
hanya diam. Lalu Mei yang bicara lagi. “Kamu suka ya sama Rey?” goda Mei.
“Eng—Eng-Enggak.”
“Gak
usah bohong.” Goda Mei lagi.
“Aku
mau ke perpustakaan dulu.” Kata Dwi mengelak dan langsung pergi.
---
“Dwi,
nanti aku ke rumah kamu ya mau belajar bareng.” Kata Mei pada Dwi.
“Maaf.
Aku gak bisa.” Jawab Dwi.
“Lho
kenapa?”
“Aku
ada acara.”
Beberapa
saat sebelumnya....
“Hay.”
Kata salah satu siswa yang menyapa Dwi di perpustakaan. Dwi kaget melihat siapa
yang baru saja menyapanya. Melihat reaksi Dwi yang tidak merespon, Rey menjadi
heran.
“Kamu
gakpapa?” tanya Rey pada Dwi. Pertanyaan Rey membuat Dwi menemukan kembali
kesadarannya.
“Eh—Iya
gakpapa.” Jawab Dwi sedikit gugup.
“Kamu
anak kelas MIA 2 kan?”
tanya Rey.
“Iya.”
“Berarti
kamu tau Meisya dong?”
Dwi
terkejut mendengar nama sahabatnya disebut oleh yang membuatnya kagum. “Iya
memangnya kenapa?” tanya Dwi akhirnya. Raut wajahnya berubah ketika nama
sahabatnya disebut – sebut.
“Gakpapa
sih. Cuma nanya aja! Aku duluan ya.”
Setelah
itu, Rey pergi meninggalkan Dwi.
---
Rey melihat Mei sedang duduk membaca sebuah buku di
perpustakaan. Rey masuk ke dalam dan menghampiri Mei.
“Hai
Mei..” Sapa Rey.
“Oh..
Hai Rey.” Jawab Mei.
“Lagi
baca apa?” tanya Rey.
“Baca
novel. Aku bukan anak rajin yang tiap hari bacaannya buku pelajaran.”
“Suka
baca novel?” tanya Rey.
“Iya
daripada baca buku pelajaran.”
“Dari
tadi nyambunginnya sama pelajaran terus. Kayaknya otak kamu perlu di refresh
biar gak selalu ngomong kata ‘pelajaran’.”
“Iya
emang otakku itu gak pernah di refresh sejak masuk sekolah ini. Tiap hari
mikirin pelajaran yang gak aku ngerti.”
“Gimana
kalo lusa kita nonton. Ada film baru yang bagus di bioskop. Gimana?” kata Rey
menawari.
Mei
tidak menjawab tawaran dari Rey. Malah Mei menatap Rey aneh. “Kenapa
ngeliatinnya kayak gitu?” tanya Rey.
“Lo
ngajak gue nge-date?” tanya Mei, tapi hanya bercanda.
“Cuma
nonton. Terserah kamu nyebutnya apa!”
“Tapi....”
Mei memikirkan sesuatu dan tidak meneruskan kata – katanya.
“Gak
ada tapi. Pokoknya lusa kita nonton.”
“Lah
kok maksa?”
Ditengah pembicaraan Rey dan Mei, tiba – tiba Jonathan
datang dan menyela.
“Heh..
Ini perpustakaan, bukan tempat pacaran.” Kata Jonathan pada Mei dan Rey.
“Sirik
aja lo.” Kata Mei yang sedang malas berdebat dengan Jonathan.
---
Hari ini, Rey pergi ke rumah Mei. Saat memasuki kompleks
perumahan, Rey mengecek alamat Mei yang dia dapat dari temannya. Setelah
mencari, akhirnya Rey menemukan rumah Mei.
“Permisi..”
Seseorang
datang membukakan pintu...
“Iya
mas, nyari siapa ya?” tanya orang paruh baya yang membukakan pintu.
“Mei.
Mei nya ada?” tanya Rey.
“Ada.
Sebentar ya, Mas.” Kata wanita paruh baya tadi.
Setelah
beberapa lama, Mei keluar menemui Rey. Dari ekspresinya, sepertinya Mei kaget
melihat Rey ada di depan pintu rumahnya. “Rey?” kata Mei dengan nada tinggi.
“Hay..
Kamu belum siap?” tanya Rey. Mei heran mendengar perkataan Rey.
“Siap?”
kata Mei tidak mengerti.
“2
hari yang lalu kan kita janjian mau nonton.” Kata Rey dengan nada ringan.
“Aku
kira itu hanya bercanda. serius?”
“Ya
ini aku udah disini. Masak aku harus pulang sia – sia?”
“Baik.
Tunggu!” Mei langsung lari masuk ke dalam. Sekitar 5 menit, Mei sudah berganti
baju dan siap untuk pergi.
Sesampainya
di gedung biosop..
“Tau
dari mana alamat rumahku?” tanya Mei pada Rey.
“Itu
gak penting. Anggep aja aku ini fans kamu jadi aku tau segalanya tentang kamu.”
Mei tertawa mendengar perkataan Rey. Lalu Mei dan Rey masuk ke gedung bioskop.
Itu adalah awal kedekatan antara Rey dan Mei. Mei lupa
dengan perasaan Dwi yang menyukai Rey. Dan sepertinya, Mei mulai merasakan rasa
yang sama seperti yang dialami Dwi pada Rey. Setelah kejadian ini, Mei dan Rey
semakin dekat dan sering jalan berdua.
---
“Dwi..
Dwi...” Mei memanggil Dwi dari kejauhan. Mei melihat Dwi berjalan ke arah
lapangan basket. Mei yakin suaranya sudah cukup keras. Tapi mungkin Dwi tidak
mendengarnya. Karena Dwi tidak menghiraukannya, Mei pergi ke kelas karena
beberapa menit lagi sudah bel masuk kelas.
“Kamu
dari mana tadi Dwi?” tanya Mei ketika Dwi masuk kelas.
Betapa
kagetnya Mei dengan sikap Dwi. Dwi tidak menghiraukan Mei. “Jo, tuker tempat
duduk dong.” Kata Dwi pada Jonathan.
“Ogah.”
Jawab Jonathan santai.
“Reva,
tuker tempat duduk ya?” kata Dwi pada Reva—teman sebangku Jonathan—
Tettt...
Tett.. Tett.. Tett...
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Tapi Mei belum
membereskan buku – bukunya. Kebetulan Jonathan juga belum pulang.
“Kenapa
lo belum pulang?” tanya Mei pada Jonathan.
“Ngapain
lo nanya – nanya? Gue emang udah sering pulang belakangan. Nah lo kenapa?”
Jonathan bertanya balik kepada Mei.
“Em---.”
Mei menimbang – nimbang untuk bertanya sesuatu kepada Jonathan. Setelah
berpikir akhirnya Mei melanjutkan kata – katanya “Em—lo tau Dwi kenapa? Dia
kayaknya marah sama gue. Bener – bener marah. Gue gak pernah liat Dwi semarah
itu sama siapapun. Lo tau?”
Dengan
entengnya, Jonathan menjawab. “Enggak.”
“Haahh..
Percuma ngomong sama lo.” Mei menyesali keputusannya untuk cerita kepada
Jonathan.
“Lagian
siapa yang nyuru lo ngomong sama gue?” kata Jonathan. Mei langsung pergi
meninggalkan Jonathan sendirian di kelas.
Di
luar sekolah, Mei bertemu dengan Rey.
“Mau
pulang Mei?” tanya Rey.
“Iya.
Ini mau minta jemput.” Jawab Mei. Tiba – tiba Jonathan keluar dari sekolah
dengan motornya.
“Gimana
kalo barengan aja. Rumah kita searah kan? Dan kalo kamu mau, kita bisa makan
dulu sebelum pulang.”
“Hm..
Boleh juga... Kalo gak ngerepotin..”
“Gak
papa lagi Mei. Ayo!” ajak Rey.
---
“Sampai
kapan kamu nyimpen semuanya?” tanya seorang cewek kepada cowok yang duduk di
sebelahnya.
“Maksud
lo?” tanya cowok pada cewek.
“Kamu
simpen perasaan kamu mulai dari kecil. Sampai sekarang kamu terus menyimpan
semuanya rapi – rapi. Sebentar lagi, kamu pasti kehilangan Mei.” Kata cewek
memberikan penjelasan kepada cowok.
“Maksud
lo kehilangan?”
“Kamu
pasti tau akhir – akhir ini Mei dekat dengan Rey. Cinta kamu akan sia – sia
kalau kamu gak bilang sama Mei sekarang juga. Kamu harus bilang sama dia Jo.”
“Lo
bilang gini karena sebenernya lo suka sama Rey kan? Lo sekarang ngejauh dari
Mei karena Mei deket sama Rey kan. Gue pasti akan bilang tentang perasaan gue,
nanti. Lo gak seharusnya perlakuin Mei kayak gitu. Mei selalu baik sama lo. Mei
juga hanya dekat dengan Rey. Gak ada status apa – apa diantara mereka. Kalo lo
emang sahabatnya Mei, lo seharusnya bisa jelasin semuanya sama Mei. Kalo lo
nyuru gue kesini cuma buat ngomong itu, itu gak penting. Tentang perasaan gue
sama Mei itu urusan gue sendiri. Lo pikirin persahabatan lo sama Mei. Jangan
hanya karena Rey persahabatan lo berdua hancur.”
“Aku
pikirin itu nanti. Aku pulang dulu.” Dwi keluar dari kafe. Di luar kafe, Dwi
melihat sesuatu yang membuat hatinya semakin sakit.
---
Rey mengajak Mei makan di sebuah kafe sebelum pulang. Mei
menurut karena sebenarnya perutnya juga sudah lapar karena tidak makan saat jam
istirahat. Rey memarkir motornya dan masuk ke dalam kafe.
Mei seperti melihat sosok yang dia kenal baru keluar dari
kafe. “Dwi...Dwi...” kata Mei berteriak. Tapi, orang yang dipanggilnya tidak
menengok. Mungkin itu hanya perasaan Mei saja...
“Kenapa?”
tanya Rey.
“Gakpapa.
Orang itu mirip temenku.” Jawab Mei.
Rey dan Mei masuk dan memesan makanan. Setelah pelayan
pergi, Jonathan pergi. Tapi Mei melihatnya dan memanggilnya.
“Jo!”
panggil Mei. Jonathan menoleh.
“Lo?”
Jonathan bingung dan gelisah melihat Mei di dalam kafe.
“Lo
kesini sama siapa? Atau tadi yang gue liat bener – bener Dwi?” kata Mei pada
Jonathan.
“Ngomong
apa sih lo?” jawab Jonathan.
“Lo
kesini sama Dwi? Tadi gue panggil dia tapi gak nengok. Lo pasti tau kenapa dia
hari ini? Kenapa sikapnya sama gue?” kata Mei lagi.
“Jawab
dong Jo. Dwi itu sahabat gue.” Kata Mei lagi setelah tidak mendapat jawaban
apapun dari Jonathan.
Akhirnya
Jonathan menjawab semua pertanyaan Mei. “Iya gue kesini ketemu Dwi.” Jonathan
menghembuskan nafas panjang. “Sekarang lo pikir apa yang bisa ngebuat sikap Dwi
ke lo itu berubah. Lo sahabatnya kan? Seharusnya lo ngerti.”
“Maksud
lo apa? Gue gak ngerti.” Tanya Mei. Rey hanya melihat perdebatan antara
Jonathan dan Mei.
“Sekarang
lo sadar gak lo lagi jalan sama siapa? Hari ini lo makan bareng siapa?” kata
Jonathan.
“Ada
apa? Kenapa? Kenapa kayaknya gue dibawa – bawa dalam masalah ini?” Rey angkat
bicara.
Mei
kaget dan baru menyadari sesuatu. Mei mengingat sesuatu yang telah dia lupakan
selama ini.
---
Setelah dari kafe, Mei pergi dengan Jonathan.
“Lo
tau Dwi suka sama Rey? Lo tau Dwi marah sama gue karena Rey deket sama gue?
Tapi lo gak bilang apa – apa?” kata Mei marah – marah.
“Gue
gak punya hak buat bilang itu. Ini masalah antara lo sama Dwi. Buat apa gue
ikut campur.” Kata Jonathan dengan tenang.
“Sejak
kapan Dwi cerita sama Lo?” tanya Mei.
“Sejak
Dwi ngeliat Lo sama Rey nonton bareng.” Kata Jonathan dengan ekspresi yang
tenang.
“Apa?”
kata Mei kaget.
“Iya
waktu itu dia keluar sama kakaknya dan ngeliat lo sama Rey. Dan mungkin, tadi
Dwi juga ngeliat lo masuk ke kafe bareng Rey.”
Mei
terdiam... memikirkan semuanya. Persahabatannya yang sudah lama harus hancur
karena seorang Rey. “Tunggu! Kenapa Dwi cerita sama lo? Kenapa gak sama orang
lain?” tanya Mei.
Jonathan
tidak langsung menjawab pertanyaan Mei. “Kenapa Jo?” tanya Mei lagi.
“Karena
Dwi tau kalau gue suka sama lo.” Jawab Jonathan tetap tenang. Mei kaget dengan pernyataan Jonathan. Mei
melihat ke arah Jonathan, sedangkan orang yang dilihatnya hanya menatap
kedepan.
Selama beberapa waktu, tidak ada yang bicara sama sekali.
Setelah hening beberapa lama, Jonathan angkat bicara. “Ini udah sore. Gue
anterin lo pulang.” Jonathan berdiri. Sedangkan Mei masih terdiam duduk. “Lo
mau tidur di taman?” tanya Jonathan.
Akhirnya Mei beranjak dari tempat duduknya dan pergi pulang
bersama Jonathan. Setelah sampai di rumah Mei, Mei turun dari motor Jonathan.
Dan Jonathan langsung berbalik tanpa mengucapkan apapun.
“Jo.”
Panggil Mei.
“Iya?”
kata Jonathan sambil menoleh.
“Makasih
udah ngenterin gue pulang.” Kata Mei. Jonathan hanya membalasnya dengan
senyuman.
---
Keesokan harinya, Dwi tetap duduk dengan Jonathan. Saat
pelajaran di kelas Jonathan berbicara dengan Dwi.
“Lo
belum pikirin apa yang gue bilang kemarin?”
“Belum.”
Jawab Dwi singkat.
---
Rey melihat Mei di perpustakaan. Akhirnya Rey masuk ke
dalam dan menghampiri Mei. Tapi, saat melihat Rey, Mei malah pergi. Seperti
menghindari Rey. Selama seharian, Rey mencoba untuk berbicara dengan Mei, namun
Mei terus menghindar.
Akhirnya Rey memutuskan untuk pergi ke rumah Mei saat
pulang sekolah. Namun, Rey mengurungkan niatnya saat melihat Mei diantar pulang
Jonathan. Selama seminggu, Rey tidak bisa bicara dengan Mei.
Hari ini, Rey pulang agak telat. Saat mau pulang, hujan
turun sangat deras. Akhirnya
Rey memutuskan untuk menunggu hujan reda. Saat matanya melihat sekeliling sekolah, Rey melihat Mei mengulurkan tangannya menangkap tetesan air hujan. Mei menatap
air yang jatuh ke tangannya dengan tatapan kosong. Rey menghampiri Mei.
“Kenapa belum pulang Mei?” tanya Rey seolah tidak pernah
terjadi apa – apa diantara mereka.
Orang yang diajaknya bicara seperti terkejut
melihat kehadiran Rey. “Eh—tadi mau pulang masih hujan.” Jawab Mei.
“Bukannya kamu suka hujan – hujanan.
Kamu sampe gak
peduli meskipun sakit.”
“Itu beda. Itu hanya hujan pertama
saat musim hujan tiba.”
Hening.
“Kamu kenapa?” tanya Rey.
“He? Kenapa apanya?” Mei balik
bertanya.
“Kamu berubah. Aku gak tau sih. Tapi menurutku kamu
berubah. Selama seminggu ini.”
“Oh ya?”
“Iya. Kenapa?”
“Memangnya penting?”
“Kenapa pertanyaanku selalu dijawab
pertanyaan? Aku hanya ingin tau alasan kamu.”
“Gak ada alasan khusus. Kehidupanku juga berubah dengan cepat selama beberapa bulan
terakhir.”
“Kenapa kamu ngejauhin aku?” tanya Rey to the point.
“Kamu
mau tau alasannya?” Mei balik bertanya.
“Mei
tolong, jawab pertanyaanku.” Kata Rey
“Karena Dwi.”
“Dwi? Teman sekelas kamu?” Rey tidak
mengerti.
“Dia bukan cuma teman sekelasku. Dia
sahabatku. Dan dia suka sama kamu.”
---
Sudah lama sejak itu,
Mei tidak pernah berbicara lagi dengan Rey. Rey juga tidak pernah berusaha
mencari Mei lagi. Mei juga berusaha menyeesaikan masalahnya dengan Dwi.
“Dwi, kamu bilang dong kalo aku ada salah? Aku kan gak
tau kalo kamu gak bilang? Dan soal Rey semuanya sudah selesai. Aku gak pernah
berhubungan lagi sama dia. Maafin aku yaa.”
“Seharusnya aku yang minta maaf. Gak seharusnya aku
marah cuma karena hal ini. Gak seharusnya aku merusak persahabatan kita karena
laki- laki.”
“Kamu seharusnya nanya ke aku. Aku sama Rey gak ada
apa – apa. Cuma temen.”
“Aku gakpapa kok kalo kamu sama Rey.”
“Sudahlah semuanya sudah selesai, Dwi.”
---
Suatu sore, ada yang
mengetuk pintu rumah Mei. Hari itu pembantunya sedang tidak ada di rumah. Jadi
Mei sendiri yang membuka pintunya.
“Hai.” Kata seseorang yang berdiri di depan pintunya.
Mei masih diam menatap orang yang ada di depannya.
“Aku kesini hanya untuk bicara sebentar.” Kata orang itu lagi.
“Oke. Masuklah.” Ajak Mei.
“Aku ke sini mau mengembalikan ini. Udah lama aku mau
ngembaliin tapi lupa.” Kata Rey mengeluarkan sebuah buku bersampul pink. “Aku
tidak membuka dan membacanya. Aku hanya membuka bagian depannya saja untuk
mengetahu pemiliknya.” Sambung Rey lagi.
“Dar mana?” tanya Mei singkat sambil mengarahkan
pandangannya ke bukunya.
“Waktu di perpustakaan kamu menjatuhkannya aku rasa.”
“Oh. Terima kasih ya Rey.”
“Hm.. Iya. Aku ke sini juga mau berbicara sesuatu.”
Mei hanya diam. Rey melanjutkan kata – katanya. “Aku
hanya ingin jujur. Apapun yang akan terjadi nanti aku terima. Aku sayang sama
kamu Mei. Aku tau ini terlalu cepat dan kita baru kenal beberapa bulan. Tapi
kamu bisa buat aku nyaman. Aku hanya ingin jujur. Terserah apa tanggapan kamu.”
“Aku hargai semua kejujuran kamu. Jujur aku juga
nyaman selama ini sama kamu. Tapi kamu tau bagaimana jawabanku dan alasanku.”
“Bagaimana kalau Dwi yang memintaku jujur padamu?”
kata Rey. Mei tidak mengerti maksud perkataan Rey. “Dwi tidak keberatan dengan
ini. Dengan kita.” Kata Rey menjelaskan.
“Ada yang tidak kamu mengerti Rey. Suatu saat kamu
pasti akan mengerti. Dan jika Tuhan menakdirkan, kita akan bersama pada
waktunya. Namun, jika tidak mungkin itu yang terbaik untuk kita.” Kata Mei
akhirnya.
---
Tibalah saat pesta
perpisahan sekolah. Semua siswa datang untuk mengucapkan perpisahan kepada
masing – masing teman.
“Hai Mei. Kamu cantik hari ini.” Puji Rey kepada Mei
yang sedang berkumpul bersama Dwi dan Jonathan. Setelah Rey datang, Dwi dan
Jonathan meninggalkan Mei sendiri.
“Terima kasih, kau juga keren.” Ucap Mei dengan tulus.
“Aku mau memberimu sesuatu.” Kata Mei lagi dan
mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan memberikannya pada Rey.
“Buku ini? Ini milikmu.” Kata Rey.
“Sekarang tidak lagi. Itu milikmu. Kau boleh
membacanya. Tapi saat hujan pertama turun di Indonesia. Aku minta maaf dan
berterima kasih atas semuanya selama ini. Aku akan melanjutkan sekolahku di
London.”
Rey langsung memeluk Mei. Pelukan pertama mereka. “Aku
mungkin akan sangat rindu padamu. Jaga diri baik – baik ya.”
---
Mei terbang ke London
untuk melanjutkan pendidikannya. Saat hujan pertama turun di tahun 2015, Rey
membuka buku yang diberikan Mei kepadanya.
Dari buku The First
Rain itu dia mengetahui banyak tentang Mei. Dari mana Mei mendapatkan bukunya
dan kenapa dinamainya The First Rain. Ayahnya meninggal tepat setelah
membelikannya buku itu. Dan waktu itu keadaan sedang hujan. Hujan di awal
tahun.
Dari buku itu juga Rey
tahu kalau Jo dan Mei sudah mengenal dari dulu dan keadaannya selalu sama.
Mereka tidak pernah akur. Sampai pada tulisan terakhir di buku itu yang
bertanggalkan Maret 2014. Tulisan terakhir bukan karena lembarannya sudah
habis, lembarannya masih sangat banyak. Tulisan terakhir yang Mei tulis untuk
Rey. Setelah Rey membacanya, Rey menangis dan bahkan sempat bertanya – tanya
kenapa dia dan Mei dipertemukan seperti waktu itu.
---
3 tahun kemudian…
Jonathan menghadiri
undangan pertunangan Rey bersama dengan kekasihnya. Jonathan menggandeng
perempuan yang sangat disayanginya itu menuju gedung tempat dilangsungkannya
acara pertunangan itu. Dari jauh, Jonathan sudah melihat kawan – kawannya waktu
SMA.
“Hai Reva… Hai Dwi… sudah punya pacar juga kalian
rupanya.” Mereka tertawa mendengar perkataan Jonathan.
“Kau datang terlambat Jo. Tadi dia sangat cantik.”
Kata Dwi.
“Baiklah aku minta maaf. Sekarang dimana Rey?” tanya
Jonathan. “Di sana.” Kata Reva sambil menunjuk ke suatu arah.
Jonathan membawa kekasihnya untuk menemui Rey. Rey
sudah melihat Jonathan yang sedang berjalan ke arahnya. “Hai Jo… Hai Mei…
Syukurlah kalian bisa datang. Aku kira kalian masih di London.”
“Mana mungkin kita melewatkan pertunangan kamu.” Kata
Mei
“Mana calon tunanganmu?” tanya Jonathan. Lalu Rey
memanggil tunangannya.
“Hai Selly Iskandar. Nama yang cantik. Seperti
orangnya.” Ucap Mei dengan tulus memuji calon tunangan Rey.
“Yah, kau beruntung Rey calon tunanganmu secantik
dia.” Kata Jonathan menggoda Rey. Semuanya tertawa mendengar perkataan
Jonathan. Setelah perbincangan singkat, Jonathan pamit ke toilet dan Selly
kembali bersama teman – temannya meninggalkan Rey dan Mei berdua.
“Jadi Rey Ferdinand? Kau sudah menemukan takdirmu?”
kata Mei memulai pembicaraan.
“Iya. Mungkin memang takdir menginginkan kita seperti
ini. Dan kalau aku boleh bicara, seharusnya perbedaan tak akan menghalangi
cinta. Tapi ya sudahlah, meskipun kita berbeda kita akan tetap menjadi teman?”
kata Rey panjang lebar.
“Tentu saja. Dan percayalah padaku, perbedaan memang
tidak bisa menghalangi cinta. Tapi perbedaan kita terlalu besar. Mungkin takdir
sudah menentukan jalannya akan seperti ini.”
Diluar, titik – titik air mulai berjatuhan. “Hujan di
awal tahun.” Kata Mei pelan.
---
Maret 2014
Kenapa Tuhan
mempertemukanku dengannya saat seperti ini? Mengapa harus tercipta perbedaan
yang besar di antara kami? Kenapa Tuhan membuatku mencintainya jika tidak
mungkin untuk aku memilikinya?
Aku tak bisa
mengorbankan Yesusku demi duniaku, aku tak bisa mengingkari janjiku, Aku tak
bisa jauh dari Tuhan dan gerejaku. Aku tidak terbiasa dengan semuanya. Meski
itu ketahuilah, kamu adalah yang terindah dari semua yang terindah. Dan kamu
akan tetap menjadi yang terindah di antara yang terindah.
Tuhanmu menciptakan
engkau sangatlah indah. Sekarang, bila aku jatuh cinta, bilaku terlanjur sayang
apalah dayaku? Apakah Tuhanmu akan marah jika aku mencintai dan menyayangimu?
Bisa tanyakan Tuhanmu, bolehkah aku yang bukan umatnya, mencintai hambanya?
~THE END~
0 komentar:
Posting Komentar